Persiapan Pertemuan Akbar Alumni PSPBSI

Panitia Pertemuan Majelis Alumni sedang melakukan rapat koordinasi di Kantor Haluan Riau Pekanbaru. (mir/13).

Kampus PSPBSI

Mahasiswa PSPBSI sedang melaksanakan seminar di Kampus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. (rich/09).

Pertemuan Penulis Serumpun

Pembicara dari Indonesia Prof. Suwardi MS, Tenas Effendi, dan moderator Abel Tasman, sedang memaparkan makalah pada Pertemuan Penulis Serupun. Kegiatan ini dihari oleh penulis dari Indonesia dan Malaysia. (rich/09).

Makan Bersama

Mahasiswa PSPBSI tampak makan bersama di sela-sela aktivitas kuliah. (rich/09).

TIM Akreditasi Nasional

TIM BAN sedang melakukan verifikasi di Kampus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Akreditasi PSPBSI saat ini 'B'. (ipul/2013).

Sabtu, 25 Juli 2009

Tim Muhibah Selesaikan Sesi Latihan Tari Zapin dan Joget Lambak

PEKANBARU (Puskalam)- Setelah Tim Muhibah menyelesaikan sesi latihan Pantun, Koba dan Kayat, Sabtu (25/7) Tim Muhibah menyelesaikan pula sesi latihan tari Zapin dan joget Lambak. “Tinggal lagi tari silat, dan akan rampung akhir Juli ini,” demikian Koordinator Teknis Latihan Amirullah menilai tentang perkembangan persiapan keberangkatan Tim Muhibah Seni Budaya Melayu Riau: The Real Malay, di pusat latihan Muhibah Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakan Universitas Riau Kampus Pattimura 9 Gobah Pekanbaru.

Joget lambak yang akan dipentaskan di 3 negara sahabat, merupakan tari rakyat yang banyak disukai oleh banyak kalangan nelayan. Tari berkembang menjadi tari muda-mudi. Alat musik yang dipakai untuk mengiringi tarian ialah gendang, gong dan biola.

Tari Zapin Riau bagian lain yang akan dibawakan tampak juga sudah diselesaikan dengan baik oleh seluruh tim muhibah. “Hanya beberapa gerak lagi yang perlu pendalaman lebih,” jelas mantan ketua umum Teater Batra UR ini yakin.

Zapin sejenis irama atau rentak dalam seni musik tradisional. Menurut budayawan Riau UU Hamidy, zapin juga sejenis tarian rakyat orang Arab. Sewaktu orang Arab datang ke kawasan Asia Tenggara, mereka turut membawa kebudayaan Arab termasuk seni musik dan tarian. Tarian zapin dan rentak musik yang diperkenalkan kepada masyarakat rantau ini masih kekal hingga kini.

Seni musik tradisional Melayu, rentak zapin adalah satu rentak yang sangat digemari. Pada asalnya, rentak zapin adalah rentak yang digunakan untuk lagu-lagu yang berkaitan dengan keagamaan seperti lagu nasyid dan lagu yang menggunakan bahasa Arab. Kemudian ren¬tak ini disesuaikan pula dengan lagu dalam bahasa Melayu. Begitu juga dengan rentak zapin yang digunakan untuk mengiringi tarian. Sewaktu tarian zapin mula diperkenal¬kan kepada masyarakat Melayu Riau, tarian itu cuma ditarikan oleh orang lelaki sahaja. Pada masa itu gerak-geriknya agak keras dan kasar. T'etapi lama-kelamaan, tarian zapin dita¬rikan oleh penari perempuan dan gerak-gerinya telah banyak bertukar. Gerak-gerik sekarang banyak mencerminkan tingkah laku dan kesenian orang Melayu. “Ia bertukar menjadi gerak-gerik yang lembut dan bersopan santun,” tutur dosen UR yang pensium tahun lalu.

Dalam Atlas Kebudayaan Melayu Riau (2008) dan Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu (1998), Rentak zapin menggunakan pukulan alat-alat dengan ketegasan yang keras dan nyata. Pada asalnya, rentak zapin ini cuma memerlukan gendang seperti tambur, meruas dan rebana kercing, tetapi kini telah ditambah de¬ngan serunai dan gambus. Rentak zapin tidak banyak menggunakan variasi, cuma yang nyata adalah temponya. Untuk lagu nyanyian, temponya adalah dari perla¬han ke sederhana. Tetapi apabila ia digunakan untuk tari¬an, tempo zapin biasanya rancak dan cergas. Rentak zapin pada masa kini berbentuk halus dan lembut dari segi pemukulan alat-alatnya. Ini terdapat dalam lagu-lagu modern yang berirama sentimental.

Tari Silat ialah silat Melayu Riau yang akan mewarnai pertunjukkan Oktober 2009 mendatang di Malaysia, Singapura dan Thailand. “Namun, untuk tari silat belum rampung,” jelas Amirullah. Tampak para peserta dengan antusias mengikuti prosesi latihan yang dilaksanakan tiga hari dalam seminggu tersebut. Latihan yang sudah berlangsung lebih kurang dua bulan lebih ini tidak terasa hampir telah merampungkan kelima genre yang akan dipertunjukkan yaitu koba, kayat, pantun, syair, dan tari.

Ketua/Penanggung jawab kegiatan, Elmustian Rahman pada akhir pertemuan tersebut menjelaskan semua peserta muhibah haruslah multitalenta dan menjadi “virus” Seni Budaya Riau yang akan disebarkan di masyarkat akademik di tiga negara tujuan muhibah. Sehingga Riau nantinya benar-benar menjadi tanah air kebudayaan Melayu. Dan semua peserta nanti dapat pula mengajarkan seni budaya Melayu kepada generasi berikutnya. “Akan lebih bagus di antara peserta nantinya mendirikan sanggar seni budaya Melayu Riau di Riau,” imbuh dosen FKIP UR ini. [amir-the real malay]

Bayi… Koreksilah Aku

Oleh
Amirullah

Jika itu disebut kerjasama, aku tidak melihat berhadapan dengan siapa, tetapi untuk hal tegur menegur atau memperingati dan sejenisnya, aku hanya boleh ditegur kaum satu ras. Ini adalah keputusan dalam diri. Dan sangat sulit menerima jika ia bertentangan, karena nurani bisa tersinggung olehnya. Mengapa, karena ini adalah harga diri. Apatahlagi teguran atau instruksi itu tidak bertujuan untuk kebaikan.

Istri, ia telah menjadi keluarga, maka iapun bolehlah menegur atau memperingati seorang suami. Tak pandang ia dari ras mana dan apa. Karena ia telah menjadi, saudara, teman, adik, bahkan berperan sebagai ibu.

Hanya ras Melayu yang boleh tegur atau mengkoreksi, yang lain tunggu dulu. Ini bukan persoalan satu nenek moyang, tetapi lebih pada harkat dan martabat diri sebagai penganut ras yang paling mulia, yakni Melayu. Mengapa ras ini mulia, karena ia identik bahkan persis sama dengan Islam. Jika ada ras lain yang mengatakan sama dengan pernyataan ini, itu juga merupakan hak setia insan yang ada dipermukaan bumi ini.

Memang satu keturunan yakni anak cucu Adam ‘Alaihissalam. Tetapi ada yang menjadi generasi pembunuh, pezinah, pemabuk, pendurhaka dan lain sebagainya. Walaupun diam, bukan berarti rela menerima apa yang diperintahkan oleh yang berlainnan ras. Sekali lagi, jika dalam bentuk kerjasama, apapun bentuknya akan dilakukan asal tidak bertentangan dengan kaidah batin dan keyakinan.

Maka, seorang bayi-pun boleh menegur jika memang ada yang mesti ditegurnya. Dan hati akan terasa ikhlas menerima apapun jenis teguran tersebut. Karena hati akan terasa polos menerimanya. Hanya tuhan dan bayilah yang bisa aku terima untuk melakukan perbaikan dalam diri ini. Semua itu disampaikan melalui cinta dan kasih sayang.

Jika seorang Melayu tidak lagi merasakan, iri, sakit hati, atau pasrah kepada setiap penjajahan maka aku tak lagi berada dalam jati kemalayuan itu. Karena dengan segala keterpaksaan yang paling dalam aku dengan yakin menolak semua bentuk penjajahan, apapun itu dan dari manapun. Tak terkecuali dilakukan insan Melayu sendiri.

Dengan kata lain, jika ada yang membawa setetes cinta disaat aku berada dalam perjalanan menuju-Nya, maka aku akan sangat menghargai dan menyayanginya.

Jumat, 24 Juli 2009

Romantisme Melayu dalam Koba

Oleh
Amirullah

Romantisme bisa juga disebut keceriaan dalam bercerita bagi si pembawa koba. Atau bisa juga sesuatu yang menimbulkan rasa sedih, gembira, girang, lucu, nilai-nilai, pesan-pesan dan segala sesuatu yang membuat penonton (penikmat) merasakan sesuatu yang menohok dirinya. Sedang Melayu sendiri merupakan ras yang tak terpisahkan dari bumi Riau. Melayu sudah menjadi suatu roh bagi masyarakat Melayu itu sendiri. Jika Melayu tak ada, singkatnya maka Riau belumlah bisa disebut Riau. Maka Melayu adalah roh-nya Riau. Sedangkan Riau adalah tanah air bagi kehidupan Melayu.

Koba merupakan tradisi lisan jenis cerita yang disampaikan dengan gaya dinyanyikan. Pelakunya biasa disebut sebagai “tukang koba”. Koba dapat ditampilkan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Koba berkembang di negeri-negeri di sepanjang pesisir dan pedalaman Sungai Rokan (sekarang secara administratif menjadi Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu) yang memakai bahasa Melayu logat Rokan, dan di Mandau (sekarang secara administratif menjadi Kabupaten Bengkalis) yang memakai bahasa Melayu logat Sakai.

Tradisi lisan ini ditampilkan pada malam hari sesudah Isya, kadang sampai pagi. Bila dalam satu malam cerita yang disajikan belum tamat, maka koba dilanjutkan pada malam berikutnya, sehingga seringkali untuk menamatkannya diperlukan waktu sampai enam malam. Pertunjukan koba berlangsung sebagai ekspresi bebas dan professional tukang koba, atau bersempena perayaan-perayaan sosial seperti perhelatan pernikahan, sunat rasul, mencukur anak, dan lain-lain. Penyajian koba yang profesional dilaksanakan di tempat-tempat keramaian (seperti di los-los pasar), atau di rumah keluarga yang punya hajat. Tempat penampilan tidak memerlukan ruang dan penataan khusus.

Sebagian koba dinyanyikan tanpa musik pengiring, sebagian lagi menggunakan musik pengiring, tergantung pada tukang kobanya masing-masing. Jika memakai musik pengiring, alat musik yang dipakai adalah rebana atau gendang, yang dimainkan oleh tukang kobanya sendiri. Gendang atau rebana berfungsi sebagai pengatur ritma dendang yang dibawakan tukang koba. Setiap koba memiliki irama dendangnya masing-masing.

Menjelang koba disajikan, tukang koba biasanya makan sirih bersama-sama khalayak. Kemudian dia mendendangkan sejumlah pantun yang berisikan kisah singkat perjalanan hingga sampai di tempat berkoba, dan menyampaikan terima kasih kepada khalayak yang hadir. Adakalanya, khalayak membalas pantun-pantun yang disampaikan tukang koba. Bila tukang koba menggunakan alat musik, maka penceritaannya selalu diawali dengan pukulan-pukulan ritmis gendang.

Di sepanjang penceritaan, tukang koba mengambil waktu jeda. Waktu untuk beristirahat ini diisi dengan minum kopi, merokok, sambil makan sirih, serta berbincang dengan khalayak. Isi perbincangan beragam, bisa mengenai penggal cerita yang baru dituturkannya, bisa pula mengenai kehidupan sehari-hari dirinya atau khalayaknya. Bila waktu jeda dirasakan oleh khalayak terlalu lama, maka di antara khalayak akan ada yang menyindir dengan mendendangkan pantun. Pantun sindiran itu biasanya dijawab oleh tukang koba, dan ‘jual-beli’ pantun di antara dua bagian penceritaan ini menambah hangat suasana. Suasana hangat juga dibangun melalui pantun berkias tukang koba tentang kecantikan, perangai, dan kata-kata salah seorang atau lebih khalayaknya. Bagi tukang koba profesional, menunda-nunda kelanjutan cerita tersebut juga dimaksudkan sebagai pemancing minat khalayak, dan khalayak yang tidak sabar dapat menawarkan dan memberikan bayaran tambahan kepada tukang koba, agar kobanya segera dilanjutkan. Dengan demikian, keseluruhan suasana dalam peristiwa berkoba semakin akrab, bersahaja, dan cenderung gembira atau menghibur.

Cerita-cerita yang disajikan tukang koba, umumnya adalah pengembaraan tokoh atau pahlawan-pahlawan rekaan lokal, dengan bentang-ruang horisontal yang terbatas pada selat-selat, teluk, tanjung, sungai-sungai, dan daratan pesisir. Sedangkan bentang-ruang vertikalnya mencakup bumi hingga kayangan. Sebagian kecil dari korpus cerita koba dianggap sakral, karena menceritakan tokoh yang dikeramatkan oleh tukang koba. Untuk cerita yang demikian, penceritaannya tidak memerlukan perlakuan khusus. Namun saat menamatkannya, tukang koba melakukan ritual tertentu, dengan berdoa dan menyembelih ayam atau kambing pada petang sebelum cerita itu ditamatkan. Orang yang punya hajat juga harus menyediakan seperangkat persembahan kepada tukang koba, yang terdiri dari pisau belati, sekabung kain putih, dan limau purut.

Koba-koba yang terkenal misalnya Koba Panglimo Awang Koba Gadih MudoCik Nginam, Koba Panglimo Dalong, dan Koba Dang Tuanku dan banyak lainnya.

Rabu, 22 Juli 2009

Tim Muhibah Siap-siap Urus Paspor

Yulianti: Hari ini Paling Lambat

Pekanbaru (Puskalam)-Untuk mempermudah proses perjalanan menuju tiga negara yakni Malaysia, Singapura dan Thailand, tim Muhibah Seni Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati terlihat sibuk mempersiapkan segala sesutau atau persyaratan untuk keberangkatan.

Menurut panitia Koordinator pengurusan paspor Yulianti, S.Pd mengatakan kepada Puskalam, saat ini seluruh panitia sedang berusaha mengumpulkan seluruh persyaratan yang diperlukan. ‘’Memang masih ada beberapa yang belum mengumpulkannya. Itu bisa diatasi kok. Yang paling fatal itu akte sama KTP. Tetapi nanti akan kita usahakan, karena ini diurus secara kolektif. Kita beri tenggat waktu hingga besok (23/07),’’ ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan persyaratan tersebut untuk pembuatan Paspor, NPWP dan bebas fiskal. Untuk pengurusan paspor, setiap peserta yang akan diberangkatkan sedang berusaha keras untuk memenuhi persyaratan yang ada seperti, foto kopi KTP, Ijazah, Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran dan NPWP.

Lucunya, masih ada diantara peserta tim Muhibah yang belum memiliki berbagai persyaratan di atas. Pada hal semakin cepat diurus semakin murah biaya keberangkatan nanti. Karena bisa semakin cepat untuk mengurus tiket keberangkatan. Ada yang KTP belum punya, KK yang hilang, Akte belum pernah ada dan sebagainya.

Tentu bagi PNS harus mendapat izin resmi dari instansi yang mereka naungi. Untuk sekedar informasi, bahwa keberangkatan tim muhibah seni ke beberapa negara itu, untuk mewakili program Revitalisasi Pendidikan Seni bagi Perguruan Tinggi Non Seni oleh Direktorat Jendral Pendidikan Nasional (Dirjen Dikti). Direncanakan keberangkatan pada pertengahan Oktober ini.

Bagi yang belum mengumpulkan syarat-syarat di atas, akan mempersulit proses keberangkatan nanti. Karena diurus secara kolektif. ‘’Kita tak ingin gara-gara satu orang nanti yang lain terkendala. Karena bagiamanapun satu tak lengkap akan berakibat fatal bagi yang lainnya. Maka bagaimanapun juga setiap peserta harus dibantu mengurusnya sampai ada semua, ‘’ ujar Wakil Ketua Penanggungjawab Kegiatan Ahmad Fadli kepada puskalam beberapa waktu lalu.

Fadli menambahkan ia sangat mengaharapkan agar setiap peserta tak terlepas panitia untuk mensegerakan semua persyaratan yang diminta. Jangan karena tugas lain, hal yang menyangkut pribadi orang lain juga yang mengurusnya, ujarnya setengah memerintahkan.

Disamping itu, Dericard H. Putra salah seoarang panitia tim muhibah mengatakan dirinya akan secepat mungkin mengurus syarat yang belum ada seperti NPWP. ‘’Yang lain sudah ada kok, tinggal dikumpul. Tapi hari ini saya lupa, kalau diperlukan akan saya jemput sekarang,’’ jelasnya. [amir-the real malay]

Jadi Penindas atau Ditindas

"Aku Mau Jadi Penulis"

Oleh: Amrirullah

Hidup adalah pilihan. Pilihan itu hanya dua, jadi penindas atau ditindas. Sedangkan sikap diam ada di salah satunya. Apakah dikelompok penindas atau dalam komunitas tertindas. Kemudian menjadi subyek atau obyek . Sedangkan predikat hanyalah pelengkap dari keduanya. Diantara pro dan kontrapun walau ada sikap diam juga suatu yang tidak terpisahkan dari sikap keduanya.

Hitam atau putihpun sangat berbeda. Walau ada yang mengatakan sikap abu-abu itu hanya pelengkap kedua sikap dua diatas. Karena sikap abu-abu merupakan sikap yang bunglon kadang ia menjadi putih terkadang lagi dia menjadi hitam.

Tak seperti sikap dua tangan dan dua kaki. Mereka selalu bekerjasama dengan baik dan saling pengertian. Tak ada yang saling mendahului, bijaksana. Kemarau dan hujanpun salaing berbagai dengan baik. Saling menutupi kekurangan masing-masing. Kata sebagaian pendapat banyak yang mau menjadi penindas, karena bisa membuat sebagian lainnya menjadi tertindas.

Tinggal pilih. Jangan lupa bahwa untuk memilihpun kita harus punya sikap yang snagat sulit. Bagi penindas dia harus memiliki kemampuan untuk menindas. Sedangkan sama-sama diketahui bahwa kemampuan itu sendiri adalah ilmu. Artinya harus punya ilmu. Jadi siapa yang mengatakan bahwa ilmu itu independen. Ilmu tetap memihak, ia tetap memilih. Menjadi penindas itulah pilihan ilmu, jarang sekali ilmu bahkan tidak kita temukan ilmu berada pada posisi tertindas.

Setelah memiliki ilmu kecendrungan untuk berkuasa, kekuasaan itu rentan untuk melakukan penindasan. Hilanglah, pernyataan yang mengatakan bahwa ilmu itu tidak berpihak kepada apapun selain kebenaran. Pada hal kebenaran itu sendiri sangatlah relatif. Kebenaran obsolut hanya milik tuhan. Ketidakadilan dan kebenaran suatu hal yang sangat berbeda.

Maka dari itu, lebih baik menjadi penulis. Karena penulis mampu untuk mengungkapkan semua kekurangan dan kelebihan yang ada. Baik sebagai penindas dan tertindas.

Kesenian Melayu Riau ‘’Pucuk Jala Pumpunan Ikan’’ Kebudayaan Melayu Riau

Oleh: Amirullah

Tulisan ini merupakan cenderahati dari Muhibah Seni Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati untuk masyarakat Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kegiatan muhibah ini ditaja oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Direktur Akademik dengan nama: Revitalisasi Pendidikan Tinggi Seni bagii Perguruan Tinggi Non Seni tahun 2009. Universitas Riau bersama empat perguruan tinggi non seni di Indonesia terpilih melaksanakan kegiatan dimaksud.

Tulisan ini sedikit menjelaskan empat bagian dari buku, yaitu Kebudayaan Riau, Masyarakat Riau, Kesenian Riau, dan Wisata Riau. Materinya merupakan kompilasi dari beberapa buku. “Kebudayaan Riau” merupakan bagian dari buku Pola Dasar Pembangunan Seni Budaya Provinsi Riau yang disusun oleh Tim yang diketuai Elmustian Rahman. Topik “Masyarakat Riau” diambil dari buku Jagad Melayu UU Hamidy mengisi Masyarakat Riau (bilik Kreatif Press,2004). “Kesenian Riau” diambil dari buku Atlas Kebudayaan Melayu Riau 2008 dan pengantarnya dari buku Pola Dasar Pembangunan Seni Budaya Provinsi Riau. Beberapa bagian dari Kesenian Melayu ini diambil dari Atlas Kebudayaan Melayu Riau tahun 2008 terbitan P2KK Universitas Riau. Sedangkan topik “Wisata Riau” diolah dari website Riau Tourism Board Riau dan Atlas Kebudayaan Melayu Riau. Bentuk pemaparan penulisan diolah demikian rupa menyesuaikan dengan hakikat publikasi dan diupayakan tidak memihak.

Mengapa kebudayaan Melayu? Kebudayaan Melayu melalui konsensus bersama yang ditetapkan dalam Kolokium Master Plan Riau 2020 di Hotel Sahid Pekanbaru, 25 Agustus 2002, ditetapkan sebagaii filosofi pembangunan Riau ke depan. Budaya Melayu menjadi "mahkota" menjadi roh, atau menjadi "pucuk jala pumpunan ikan". Untuk mewujudkannya, sejumlah nilai hakiki kebudayaan Melayu harus dijadikan landasan dan rujukan utama dalam pemikiran, perancangan, dan pelaksanaan pembangunan di Riau.

Sudah merupakan iktikad bersama masyarakat Riau, bahwa pengembangan, pembangunan, dan perubahan di seluruh kawasan Riau berpaksi pada kebudayaan dan peradaban Melayu. Riau merupakan titik temu kreativitas kebudayaan di Rantau Melayu. Kebudayaan dan peradaban Melayu merupakan bingkai khas di seluruh sudut kota-kota dan pelosok kampung di Riau. Riau kini adalah Riau sebagai miniatur Indonesia. Dari pengalaman sejarahnya yang panjang budaya Melayu Riau mampu dijadikan acuan konformitas bagi kelompok-kelompok etnik yang ada di Riau.

Pembangunan kebudayaan dan peradaban di Riau memperha¬tikan wilayah budaya Riau yang secara garis besar terbagi dua, yaitu pertama wilayah budaya kerajaan, yaitu Siak, Indragiri, Keritang, Pelalawan, dan Gunung Sailan. Kedua, wilayah budaya masyarakat adat dan suku asli, yaitu: Sakai, Akit, suku Hutan, Bonai, Talang Mamak, Petalangan, Orang atau Suku Laut/Duanu, Rokan, Tambusai, Kepenuhan, Rambah, Rantau Kampar, Rantau Kuantan dan Singingi.

Riau saat ini adalah Riau yang secara sungguh-sungguh menginginkan adalah kemajuan kreatif. Tidak hanya menyentuh lahiriah belaka tapi juga bersifat nilai. Karena kemajuan kreatif selalu bersifat terbuka dan berkecenderungan mendobrak stagnasi. Kekuatan Riau ke depan adalah kekuatan kebudayaan dinamik. Riau ke depan adalah Riau sebagai titik temu kreativitas kebudayaan di Rantau Melayu; Menyerlahkan kemampuan Melayu dalam pergaulan dunia; Menjadi sebuah wilayah warisan peradaban dunia, yang diperhitungkan dalam wilayah kesadaran regionalisme. Bidang-bidang itu mencakup diskursus yang disebut tradisi dan pola pikir, pembaruan sosial, ekonomi, politik, dan teknologi. Masuk pada kabilah ekonomi dunia Melayu. Riau mengarah memenuhi persyaratan masuk pada jaringan dunia Melayu itu. Masyarakat seni di Riau adalah masyarakat yang mengangkat karya-karya yang unggul di depan publik nasionalisme.

Tim Muhibah Seni-Budaya Melayu: Universitas Riau adalah tim yang memperkenalkan dengan memperagakan, menelaah, dan mencoba mendiskusikan kembali keragaman budaya Melayu Riau terutama bahasa dan kesenian di pelosok kampung di Riau. Eksistensialisme historis dan romantisme kampung pada seniman Riau kami anggap sebagai energi potensial membangun peradaban Riau baru di kancah regionalisme. Riau dalam berbagai diskusi-diskusi di berbagai belahan dunia disebut-sebut sebagaii wilayah yang lebih siap mendirikan sebuah "kerajaan budaya" yang dibangun di atas nilai-nilai sastra budayanya yang kuat, dengan demikian sejalanlah dengan semboyan kami sebagai Melayu Sejati.

Selasa, 21 Juli 2009

Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau

EVALUASI DIRI
Universitas Riau yang berada di Provinsi Riau merupakan lembaga akademis di Riau yang mendukung visi Riau 2020. Visi Riau 2020 dalam salah satu visinya menyebutkan bahwa Riau sebagai Pusat Kebudayaan Malayu di Asia Tenggara 2020. Untuk mencapai visi tersebut, banyak kegiatan dan kerjasama sudah dilaksanakan antara Universitas Riau dengan Pemerintah Provinsi Riau.

Untuk mendukung terlaksananya kegiatan kerjasama tersebut. Universitas Riau telah memiliki Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) dan Pusat Pengkajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu (P2BKM) yang telah melakukan kajian kebudayaan dan kemasyarakatan termasuk seni budaya Melayu serta penyelenggaraan pertemuan ilmiah maupun pertunjukan seni budaya Melayu di dalam maupun di luar negeri.

Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) merupakan lembaga yang cukup baik dan profesional. Hal ini dibuktikan dengan setiap tahun memberikan laporan baik laporan kegiatan maupun keuangan, dipertanggungjawabkan berdasarkan aturan administrasi dan akuntasi yang berlaku. Sedangkan hasil kegiatan dilaporkan dalam bentuk laporan fisik maupun rekaman dan dokumentasi yang jelas.

Selain itu, lembaga Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan merupakan pencetus awal kegiatan yang berhubungan dengan seni budaya. Dari gagasan awal tersebut diteruskan dengan melakukan kajian atau penelitian sampai akhirnya mengembangkan pertunjukan di lingkungan Universitas Riau maupun di masyarakat. Kegiatan tersebut seperti Atlas Kebudayaan Melayu Riau yang merupakan sejenis ensiklopedi atau wikipedia Melayu Riau.

Kajian dan kegiatan yang dilakukan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau merupakan kajian dan kegiatan yang berkesinambungan. Artinya antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain saling berhubungan dari kegiatan sebelumnya dan dengan kegiatan yang akan datang. Kegiatan tersebut seperti Atlas Kebudayaan Melayu Riau (2005); Atlas Kebudayaan Melayu Riau II (2006); Reidentifikasi Tradisi Lisan Kabupaten Indragiri Hulu (2006); Atlas Kebudayaan Melayu Riau III (2007); Permainan Rakyat Riau (2005); Mengalami Sastra Riau (2006); Reidentifikasi Seni Budaya Melayu Provinsi Riau (RPJM) (2006); Pola Dasar Pembangunan Seni Budaya Melayu Riau dalam Pencapaian Visi 2020 (2006); Inventarisasi Tradisi Lisan Kabupaten Pelalawan (2007); Atlas Kebudayaan Melayu Riau IV (2008); Ekspedisi Kebudayaan 4 Sungai (2008); Kajian Potensi-Potensi Budaya Daerah Sebagai Objek Wisata di Kabupaten Bengkalis (2008); Penyusunan Profil dan Deskripsi Adat Istiadat Daerah Kabupaten Bengkalis (2008); Reidentifikasi Tradisi Lisan Melayu di Kabupaten Bengkalis (2008); Simbol-simbol adat Kuantan Singingi (2007); Master Plan Pendidikan Kabupupaten Rokan Hulu (2007).

Semua kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan disetting sedemikian rupa sehingga tidak mengeluarkan biaya yang begitu besar atau biayanya lebih reletif rendah jika dibandingkan dengan lembaga lain yang melaksanakannya. Selain bisa mengefiensi biaya, kegiatan yang dilakukan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan dampaknya cukup besar baik terhadap kebijakan pemerintah maupun kegiatan masyarakat dalam bidang seni budaya Melayu.

Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau
Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasya¬rakatan (disingkat dengan P2KK) adalah salah satu unit institusi di lingkungan Lembaga Penelitian (The Research Institute) Universitas Riau yang didirikan berdasarkan Statuta Universitas Riau yang ditetapkan di Jakarta pada 18 November 1992 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0428/0/1992 yang kemudian diganti oleh SK Menteri Pendidikan Nasional No. 009/0/2003 tentang Statuta Universitas Riau. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0184/8/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Riau pada Pasal 42 berbunyi:

Pusat Penelitian mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Lembaga Penelitian sesuai dengan bidangnya. Pada Pasal 43 berbunyi: (1) Pusat Penelitian tersebut pada Pasal 42, terdiri atas sejumlah tenaga akademik dan tenaga peneliti dalam jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok program studi. (2) Pusat Penelitian dipimpin oleh seorang tenaga akademik dan tenaga peneliti senior yang ditunjuk diantara tenaga akademik dan tenaga peneliti di lingkungan lembaga. (3) Jumlah tenaga akademik dan tenaga peneliti ditetapkan menurut kebutuhan. (4) Jenis dan jenjang tenaga akademik dan tenaga peneliti diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

V I S I
Menjadi pusat penelitian terdepan di bidang kebudayaan dan kemasyarakatan di Asia Tenggara pada tahun 2020

M I S I
Meningkatkan kualitas SDM yang beriman dan bertaqwa dalam bidang kebudayaan dan kemasyarakatan;

Mengembangkan IPTEK dalam kebudayaan dan kemasyarakatan melalui kajian yang bersinerji dan berkelanjutan; dan

Menyebarluaskan hasil-hasil kajian kebudayaan dan kemasyarakatan

DIVISI, TUJUAN, DAN PERAN
Pusat penelitian ini terdiri dari 5 divisi dengan tujuan dan peran sebagai berikut:
Divisi Pengkajian dan Pengem¬bangan Divisi ini mengelola dan mengembangkan kegiatan penelitian bidang kebudayaan dan kemasyarakatan di lingkungan civitas akademi Universitas Riau, baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun untuk pengabdian kepada masyarakat. Divisi ini terdiri dari Program Arsif & Dokumentasi dan Program Riset. Kegiatan penelitian selama ini dijalankan meliputi (a) penelitian tugas khusus, yaitu penelitian yang berkaitan dengan Pola Ilmu Pokok Unri, (b) penelitian tindakan, yakni penelitian yang berkaitan dengan lingkup P2KK, dan (c) penelitian tawaran, yakni penelitian yang ditawarkan oleh pihak lain untuk dilaksanakan oleh P2KK, (d) penelitian pesanan, yakni penelitian yang dipesan oleh pihak lain.

Divisi Pendidikan & Latihan, terdiri dari Program Pendidikan & Program Latihan.

Divisi Perbincangan Ilmiah, mengelola pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti diskusi, seminar/simposium, kolokium, dan sejenisnya, serta dialog interaktif di halaman maya.


Divisi Konsultasi dan Kerjasama Budaya


Divisi Maklumat dan Penerbitan

Divisi ini diperlukan untuk (1) Menyebarkan hasil-hasil penelitian kebudayaan dan kemasyarakatan. (2) Mengembangkan jaringan penelitian dan penyebaran hasil penelitian bidang kebudayaan dan kemasya¬rakatan. Divisi ini terdiri dari 2 program, yaitu Program Alam Maya (Website) dan Program Penerbitan. Untuk dua peran terakhir, pengelola pusat penelitian ini menetapkan fokusnya pada penyebaran hasil dan jaringan tentang masyarakat dan kebudayaan di Alam Melayu.


PROGRAM PUSAT PENELITIAN KEBUDAYAAN & KEMASYARAKATAN

Program Divisi Maklumat dan Penerbitan

Pada program divisi ini, P2KK Unri sudah menerbitkan berbagai buku, baik dari hasil-hasil penelitian maupun berbagai pemikiran karya intelektual di Riau. Di samping itu divisi ini secara rutin sudah menerbitkan seri risalah monograf yang bernama Kajian dan website yang mendukung terbitnya ensiklopedi kebudayaan Melayu.

Seri Risalah (monografi)
Untuk menjalankan peran 'menyebarkan hasil-hasil penelitian dan kemasyarakatan', mulai tahun 2005 Pusat Penelitian ini menerbitkan seri risalah (monograph series). Hasil-hasil penelitian yang diterbitkan untuk seri ini meliputi berbagai bentuk karya ilmiah, seperti disertasi, tesis, skripsi, working paper, dan lain-lain, tentang kebudayaan dan masyarakat, alam Melayu khususnya. Karya-karya tersebut di¬ter¬bitkan dalam bahasa Indonesia, sehingga apabila di antara hasil-hasil penelitian itu ditulis dalam bahasa asing, maka karya itu memerlukan proses penerjemahan.

Pengelola Monograp Kajian
Seri risalah ini dikelola oleh: penanggung jawab: Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasya¬rakatan Universitas Riau. Pengarah: Prof. Dr. Muchtar Ahmad, M.Sc. Dewan Redaksi: Elmustian Rahman, Abdul Jalil, Al azhar, Dr. Jan van der Putten (National University of Singapura), Dr. Viviennee Wee (University of Hongkong)

Seri monograf "KAJIAN" tidak berkala menerima sumbangan karya ilmiah seperti disertasi, tesis, skripsi, working paper, dan lain-lain, tentang kebudayaan dan masyarakat, alam Melayu khususnya.

Atlas Kebudayaan Melayu Riau
Program ini intinya adalah pengadaan galeri informasi budaya dengan jangkauan potensi khalayak yang luas. Dengan informasi ensiklopedik yang didukung oleh bank data yang lengkap dan mudah diakses, diharapkan khalayak potensial budaya Melayu khasnya dan budaya Melayu umumnya semakin luas; demikian pula pengetahuan/pemahaman mereka terhadap budaya Melayu pada umumnya, dan di Riau khususnya. Bagi Riau, website ini juga diharapkan menyumbang bagi usaha-usaha promosi pemahaman Riau, mempermudah dan mempercepat akses untuk kegiatan dan dialog intelektual.

Tim penyusunan atlas kebudayaan Melayu akan menghasilkan 3 (tiga) buku, yaitu: Atlas Kebudayaan Melayu Riau; Atlas Kebudayaan Melayu Asia Tenggara; Atlas Kebudayaan Melayu Dunia. Untuk tahap pertama ini Tim Penyusun menghasilkan Atlas Kebudayaan Melayu Riau telah mengumpulkan 1200 entri yang difokuskan kepada seluruh aspek kehiidupan masyarakat Melayu Riau.

Sesuai dengan arus kegiatan di atas, maka keluaran (out put) Atlas Kebudayan Melayu Riau ini sebagai berikut:

data banking. Diharapkan menghasilkan sebuah pusat arsip dan dokumentasi (tertulis, audio, audio-visual, dan foto) yang lengkap dan mudah/cepat diakses oleh pengguna.

riset dokumentasi. Diharapkan akan melengkapi data dokumentatif khasanah budaya Melayu di Riau. Dengan kegiatan ini pula, khasanah budaya Melayu di Riau yang terancam kepunahan relatif dapat dijejaki dan dijajaki, baik untuk kerja-kerja preservasi maupun kreatif.

review dan penulisan/penyuntingan. Ensiklopedik akan menghasilkan bahan-bahan informasi klasifikatif bersifat umum namun relatif lengkap mengenai khasanah budaya Melayu di Riau tersebut, yang pada gilirannya bisa disumbangkan bagi penyusunan kitab Atlas budaya Melayu Riau.

interactive service. Forum tukar-menukar pengetahuan dan pengalaman kesenian, dengan fokus budaya Melayu Riau, yang diharapkan menghasilkan pengetahuan dan pemahaman kebudayaan yang lebih luas dan mendalam, dan yang sewaktu-waktu dapat digeser menjadi forum dialog lintas-budaya.

penghubung (marketing & buying services). Hasil akhirnya setelah tiga tahap di atas dapat terlaksana dengan baik, diharapkan menghasilkan income melalui jasa penghubung antara produsen dan konsumen produk-produk budaya Melayu di Riau. Income ini dapat menghidupkan website ini lebih lanjut.

REKAM JEJAK
Senarai program yang telah dilakukan yang relevan dengan kegiatan Muhibah:
1. Ekspedisi Kebudayaan 4 sungai besar di Provinsi Riau 2008-2011;
2. Kamus Melayu Riau 2008;
3. Pameran Fotografi 2009;
4. Digitalisasi Naskah-Naskah Kuno Melayu Riau 2009;
5. Aktif menyelenggarakan kegiatan seni budaya dalam FBMD, 2003 & 2007;
6. Konvensi Bahasa Melayu sebagai bahasa Internasional 2007;
7. Film dokumenter tentang kebudayaan Melayu Riau 2008;
8. Atlas Kebudayaan Melayu Riau I, II, III dan IV (2005, 2006, 2007, 2008);
9. Reidentifikasi Tradisi Lisan Kabupaten Indragiri Hulu (2006);
10. Permainan Rakyat Riau (2005);
11. Mengalami Sastra Riau (2006);
12. Reidentifikasi Seni Budaya Melayu Provinsi Riau (RPJM) (2006);
13. Poldas Seni Budaya Melayu Riau dalam Pencapaian Visi 2020 (2006);
14. Inventarisasi Tradisi Lisan Kabupaten Pelalawan (2007);
15. Kajian Potensi-Potensi Budaya Daerah Sebagai Objek Wisata Bengkalis (2008);
16. Penyusunan Profil dan Deskripsi Adat Istiadat Daerah Kabupaten Bengkalis (2008);
17. Reidentifikasi Tradisi Lisan Melayu di Kabupaten Bengkalis (2008);
18. Simbol-simbol adat Kuantan Singingi (2007);
19. Master Plan Pendidikan Kabupupaten Rokan Hulu (2007).

Kerjasama dengan Luar Negeri
1. MoU FKIP & FMIPA UR dengan UKM tentang pelaksanaan seminar rutin tahunan;
2. Kunjungan mahasiswa APM UM Kuala Lumpur ke Langgam Kabupaten Pelalawan, 2009;
3. Kunjungan Yayasan Warisan Johor 2009;
4. Pertemuan Penulis Serumpun 2009 di Universitas Riau;
5. Kunjungan Brunai Darussalam 2009;
6. Kunjungan Universiti Utara Malaysia 2003;
7. MoU dengan Perguruan Tinggi Jepang, Jerman, Filipina, Australia, Thailand, dan Singapura.

Kerjasa dengan institusi dalam negeri
1. Pemerintah Provinsi Riau
2. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau
4. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten se Riau
5. Dinas Pendidikan Provinsi Riau
6. Dinas Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Riau
7. Dinas Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan
8. Dinas Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkalis
9. Dinas Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi
10. Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hulu
11. Universitas Islam Riau
12. Universitas Lancang Kuning
13. PT Cevron Pacifik Indonesia
14. PT Riau Andalan Pulp and Paper
15. Yayasan Bandar Seni Raja Ali

RENCANA PROGRAM YANG DIUSULKAN
Pertunjukan Seni
1. Koba
2.
Kayat
3. Tari
4. Syair

Koba, kayat, Syair, dan Tari dibuatkan CD/DVD lalu dipasarkan di negara tujuan kegiatan;

1. CD Audio

2. CD visual

3. DVD

4. Foto (fotografi)
Koba, Kayat, Syair & Tari beserta turunannya dibuat miniatur/cendramata.

LATAR BELAKANG/RASIONAL
Universitas Riau telah banyak menyelenggarakan kajian seni-budaya Melayu maupun kerjasama akademis dengan berbagai intitusi perguruan tinggi dari manca negara terutama di Asia Tenggara. Kematangan Universitas Riau dalam mengelola dan membina budaya Melayu bisa dilihat dari adanya adanya jurusan bahasa dan seni sejak 1963, jurusan ini menyelenggarakan program tahunan Pratikum Sastra yang sudah dimulai sejak 1974, kegiatan dalam pratikum ini meliputi berbagai macam perlombaan seperti lomba baca syair, gurindam, tari, berbalas pantun, menulis cerita rakyat, baca cerpen Melayu dll. Peserta kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh peserta dari dalam negeri tetapi pernah diikuti dari Malaysia. Selain itu Universitas Riau juga melaksakana program dua tahuanan regional Dialog Selatan sejak 1988.


Meningkatkan pengkajian dan pelestarian budaya Melayu, Universitas Riau mendirikan lembaga kajian Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) pada 1992 dan Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan Melayu (P2KBM) pada 1994. Lembaga ini sejalan dengan Pola Ilmu Pokok Universitas Riau sejak 1977 (Bina Mulia Bahasa Melayu).

Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemayarakatan sejak berdiri telah melakukan berbagai kegiatan dan program yang intensifkan pada budaya Melayu dan kehidupan Masyarakat Melayu. Kegiatan dan Program tersebut seperti Atlas Kebudayaan Riau, kegiatan ini berupa ensikopedi Melayu/wikipedia mini Melayu, Ekspedisi Kebudayaan 4 Sungai, kegiatan ini bertujuan mengumpulkan khasanah Melayu Riau yang terdapat disepanjang aliran 4 sungai besar di Riau. Kegiatan ini didasari oleh pandangan bahwa kebudayaan Melayu adalah kebudayaan sungai yang kehidupannya selalu berjubungan dengan sungai. Di samping kegiatan di atas, masih banyak program lainnya yang relevan dengan kegiatan muhibah ini.

Akan tetapi, kajian dan kerjasama tersebut belum berkembang untuk memperkuat apresiasi seni-budaya maupun industri kreatif. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu kegiatan yang membuka ruang dan peluang bagi pengembangkan apresiasi seni-budaya Indonesia khususnya Riau kepada bangsa asing sekaligus membangun industri kreatif secara nyata. Untuk itu dilakukan suatu program berbentuk muhibah seni-budaya Melayu Riau.


i. Judul Program
Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati
(Visitation of the Riau Malay Art and Culture: the Real Malay)

ii. Tujuan Program
1. Meningkatkan apresiasi Malaysia dan Thailand atas seni-budaya nusantara dan menggalang kerjasama akademik dan budaya dengan Universiti Malaya, Universiti Utara Malaysia serta Prince Songkhla di Patani (Thailand) serta civitas akademikanya;
2. Membangun kerjasama seni-budaya dengan lembaga seni budaya di Malaysia dan Thailand bagi meningkatkan mutu dan wawasan akademik dosen dan mahasiswa di Indonesia;
3. Membangun industri kreatif dari folklore yang telah diteliti dan diterbitkan oleh Universitas Riau sehingga karya-karya akademik mengenai seni-budaya tersebut relevan dan bermanfaat langsung bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat setempat;
4. Mengkaji dan mendokumentasikan karya seni-budaya tradisi lisan (folklore): Koba (Rokan Hulu), Kayat (Kuantan Singingi) dan Syair (daerah pesisir Riau), secara akademis serta menerbitkannya dalam bentuk CD, VCD, DVD, dan buku yang dipasarkan secara nasional maupun internasional demi kelestarian karya seni dan keberlangjutan pengembangannya menjadi budaya yang terus hidup;

Manfaat
1. Melestarikan seni-budaya daerah dan masyarakat pelaku seni-budaya tersebut;
2. Mengembangkan wawasan penelitian di lingkungan Universitas Riau yang bernilai ekonomi atau bisa dikomersilkan;
3. Menyokong kerjasama yang sudah ditandatangani MoU-nya dengan universitas dan lembaga di luar negeri;
4. Mengembangkan ekonomi kreatif dengan mendayagunakan karya seni-budaya, dan kesejahteraan pelakunya.

iii. Keluaran (Output) dan hasil (Outcome)
Keluaran muhibah ini adalah:
1. Terselenggaranya muhibah seni budaya ke negara Malaysia dan Thailand bekerjasama dengan lembaga seni-budaya di universitas di negara tersebut;
2. Terbangunnya kerjasama saling menguntungkan dengan lembaga seni-budaya di universitas di kedua negara itu;
3. Terdokumentasinya karya seni-budaya daerah Rokan Hulu, Kuantan Singingi dan Kawasan Pesisir Riau secara akademis;
4. Terselenggaranya kerjasama perguruan tinggi dan masyarakat dalam pembangunan industri kreatif.

Hasil kegiatan ini adalah:
1. Meningkatnya apresiasi masyarakat dalam negeri dan luar negeri terhadap karya seni-budaya nusantara umumnya, khususnya Riau.
2. Meningkatnya suasana akademis dan mutu pendidikan seni di Universitas Riau;
3. Terpelihara dan berkembangnya kreatifitas masyarakat;4. Menciptakan industri kreatif yang berbasiskan pada seni-budaya Melayu daerah Riau;
5. terwujudnya dinamika seni-budaya daerah sehingga memperkuat kemandirian dan daya saing bangsa.

iv. Mekanisme & Rancangan Kegiatan
1. Telah dilaksanakan identifikasi dan dokumentasi seni-budaya daerah Riau sejak berdirinya P2KK dan lebih diinsentifkan lagi sejak awal 2005;
2. Diselenggarakan kajian mengenai Kayat, Koba, dan Syair di Kabupaten Rokan Hulu dan Kuantan Singingi sejak tahun 2001 dari sumber identifikasi dan dokumentasi di atas pada tahun 2005;
3. Telah dilaksanakan perlombaan pantun dan syair pada program tahunan bulan bahasa dan pratikum sastra di Universitas Riau sejak tahun 1977;
4. Mengadakan pertunjukan Koba dan Kayat pada pratikum sastra di Universitas Riau pada tahun 2009;
5. Melakukan pelatihan pantun, syair, koba, dan kayat bagi para pelaku yang mengikuti Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati;
6. Memproduksi produk industri kreatif berbasiskan pantun, syair, koba, dan kayat berupa CD, VCD, dan DVD;
7. Membuat kerajinan tangan yang diciptakan berdasarkan bahan yang terkandung di dalam pantun, syair, koba, dan kayat maupun pertunjukkannya;
8. Menerbitkan buku-buku mengenai pantun, syair, koba, dan kayat yang telah diteliti;
9. Gambar dan sketsa berupa imajinasi maupun foto yang berkaitan dengan atau bersumber kepada pantun, syair, koba, dan kayat;
10. Komik dan animasi yang berhubungan dengan atau bersumber bahan pantun, syair, koba, dan kayat;
11. Muhibah.

v. Indikator Keberhasilan
1. Jumlah yang ingin menjadi peserta muhibah berdasarkan yang bertanya dan mendaftar serta ikut audisi (minimal 100 mahasiswa dan sekitar 20 dosen);
2. Jumlah pengunjung/tamu pada acara Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati, diharapkan pada masing-masing tempat pertunjukan/kunjungan 100 hingga 150 pengunjung/tamu;
3. Publikasi media massa cetak dan elektoronik di Indonesia (5 kali terbitan), Malaysia (2 kali terbitan) dan Thailand (2 kali terbitan);
4. Kualitas tingkat apresiasi berdasarkan hasil angket pendapat mengenai acara yang diselenggarakan terhadap pengunjung (diharapkan memberi kesan sekurang-kurangnya baik);
5. Tersusunnya agenda muhibah dan program lanjutan ke Cina, Korea, dan Jepang, di Asia dan ke Amerika dan Eropa serta Timur Tengah;
6. Pembelian produk industri kreatif 10 macam produk dan masing-masing dibuat minimal 100 buah, dengan harga minimal Rp 5.000 atau US$ 0.50 atau totalnya bernilai Rp 5.000.000;
7. Jumlah peminat lanjutan (bertanya, meminta ceramah, wawancara, diskusi, meneliti, dan berkunjung ke Riau/Indonesia) minimal 1000 orang per tahun;
8. Tumbuhnya semangat untuk memelihara dan meneliti seni-budaya bangsa dikalangan pendukung acara muhibbah (diharapkan dosen dan mahasiswa yang mengikuti acara ini mengadakan penelitian yang berkaitan dengan bidang masing-masing menghubungkannya dengan seni budaya. Selain itu kerjasama penelitian atau kegiatan akademik bidang seni budaya dengan 3 perguruan tinggi yang dikunjungi minimal 1 judul penelitian pertahun;
9. Terwujudnya kesungguhan para peserta muhibbah untuk mensukseskan acara-acara Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati yang ditandai dengan pernyataan persetujuan atau kesediaan dari masing-masing peserta, dan sebagian sudah memasukan 10 proposal penelitian dan 2 proposal pertemuan ilmiah; dan
10. Berkembang minat untuk menyelenggarakan acara muhibbah seni-budaya daerah Riau yang lainnya misalnya randai, madihin, mendu, makyong, wayang cicak, dan lain-lain di masa yang akan datang oleh pendukung acara maupun pihak lain ke Asia Timur (Cina, Korea, Taiwan, dan Jepang), ASEAN (7 negara ASEAN lainnya), Timur Tengah (Turki, Dubai, Uni Emirat Arab, Iran, Bosnia, dll.), Amerika Serikat, dan Eropa (Perancis, Spanyol, Inggris, Belanda, Belgia, Jerman, dll.).

vi. Sustainability Muhibah
Sebagai keberlanjutan dari kegiatan muhibah ini (sustainability program), maka di masa yang akan datang dilakukan:
1. Kerjasama dengan institusi luar negeri dan dalam negeri dalam bidang seni akan dilakukan dalam bentuk kerjasama penelitian, penerbitan, pertemuan ilmiah terutama dengan Univesiti Malaya, Universiti Utara Malaysia, & Prince Songkla University serta Universitas yang selama ini sudah ada kerjasama maupun yang akan diadakan kerjasama bersamaan kunjungan muhibah di masa akan datang;
2. Terhadap akademisi (dosen dan mahasiswa) maupun kegiatan akademik di lingkungan Universitas Riau termasuk di fakultasnya, terjadi implikasi sebagai berikut:
a. Tumbuhnya keinginan dan meningkatnya minat dalam memelihara dan meneliti seni-budaya Melayu di kalangan peserta (dosen dan mahasiswa) yang mengikuti muhibah ini.
b. Dilaksanakannya kerjasama penelitian dan kegiatan akademik bidang seni budaya dengan tiga perguruan tinggi yang dikunjungi, minimal satu judul penelitian pertahun serta satu kali pertemuan ilmiah setiap dua tahun secara bergantian maupun secara bersama.
c. Berkembangnya kegiatan kerjasama muhibbah seni-budaya khususnya Riau dan Indonesia umumnya, baik di Universitas Riau maupun Universitas yang dikunjungi dalam pada kesempatan muhibah kali ini (lihat indikator keberhasilan v.10 di atas).

viI. Tata Kala Kegiatan (Time Schedule)
Terlampir


viIi. Usulan Anggaran
Terlampir


iv. Penanggung jawab Kegiatan
Penanggung jawab kegiatan ini adalah Drs. Elmustian Rahman, M.A (Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan, Universitas Riau)


Revitalisasi Pendidikan Tinggi Seni
bagi Perguruan Tinggi Non Seni

Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati

Visitation of the Riau Malay Art and Culture: the Real Malay
Sekretariat: Pusat Penelitian Kebudayaan & Kemasyarakatan Universitas Riau
Jl. Pattimura No. 9 Kampus Universitas Riau Gobah Pekanbaru 28132
www.puskalam.com
e-mail: atlasmelayu@yahoo.com

PENAJA:
Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

DEWAN PENYANTUN:

Rektor Universitas Riau
Gubernur Riau
Walikota Pekanbaru
Bupati Kuantan Singingi
Bupati Rokan Hulu
Bupati Indragiri Hulu
Bupati Bengkalis
Bupati Siak Sri Indrapura

TIM PELAKSANA:
Penasehat
Prof. Dr. Muchtar Ahmad, M.Sc

Dr (HC) Tenas Effendy
Drs. Abdul Jalil, M.Pd

Penanggung jawab/Ketua
Drs. Elmustian Rahman, M.A.

Wakil Ketua
Hukmi Muchtar, M. Hum.

Manager
Ahmad Fadli, S.E.

Koordinator Bidang
Pertunjukan Koba: Arza Aibonotika, S.S,. M. Hum.
Pertunjukan Kayat: Derichard H. Putra, S.Pd.
Pertunjukan Tari: Zulkarnain, S.Pd.
Pertunjukan Syair: Amirullah, S.Pd.
Pertunjukan Pantun: Alvi Puspita, S.Pd.
Administrasi/Keuangan: Yulianti, S.Pd.
Dokumentasi/Perlengkapan: Amriyadi, S.Fil.I

Anggota
Harifin
Muhammad Feri Syahrizal
Muharman Febrianda
Rahmad Hamdi
Raja Nanda HP
Syahminan
Anggun Desihana
Armi Susanti
Attafani
Diah Pita Loka
Melati
Okta Fitriance
Prima Dewi Arlusy
Winda Suci Pratiwi
Yenni Delfita Sari
Yora Meta Leonelsi

Latihan Muhibah Rampung 70 Persen

Pekanbaru (Puskalam)-Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) Universitas Riau (UR) yang dipercayakan untuk membawakan Muhibah Seni Budaya Melayu Riau : Melayu Sejati ke tiga negara yakni Malaysia, Singapure dan Thailand pada pertengahan Oktober 2009 mendatang sudah hampir rampung. Hanya beberapa kendala kecil seperti pendanaan untuk pembiayaan prosesi latihan dan beberapa alat musik.

Hal itu disampaikan Koordinator Latihan Hukmi Muktar disela-sela latihan di pusat latihan P2KK UR beberapa waktu lalu. Selain itu, Hukmi menambahkan, proses latihan untuk menentukan format pertunjukkan sudah hampir rampung. ‘’Sudah hampir 70 persen,’’ ungkapnya.

Hal tesebut diperkuat Koordinator latihan harian Amirullah, bahwa latihan sudah mengarah kepada format pertunjukkan. Hanya saja ada beberapa masalah teknis seperti genre Pantun dan Syair yang belum sempurna. Namun secara keseluruhan sudah mulai kelihatan arah pertunjukkannya. ‘’Karena ini mengkolaborasikan, lima jenis (genre) keseniaan, maka tentu memerlukan waktu yang cukup. Kayat, Koba dan Tari sepertinya tidak menuai masalah, hanya Pantun dan Syair, itupun sudah bisa diatasi. Kita lihat saja sampai tiga minggu atau paska lebaran nanti,’’ paparnya.

‘’Kami terus terang mengakui sangat salut terhadap anak-anak (peserta) yang cukup cekatan menangkap semua genre yang disodorkan kepada mereka. Setiap menghadirkan native speaker seperti Kayat dan Koba, mereka cepat menangkap bagaimana membawakannya,’’ tambahnya.

Dari 24 orang yang lolos seleksi, akhirnya hanya 16 orang yang positif akan diberangkatkan. Selebihnya dianggap belum memenuhi kriteria yang telah disepekati. Keputusan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Penanggungjawab Kegiatan Drs. Elmustian Rahman, MA dihadapan seluruh peserta pada 18 Juli 2009 lalu. ‘’Ini memang sulit bagi kami, namun tetap harus disampaikan. Awalnya sesuai proposal yang akan diberangkatkan hanya 12 orang, namun karena kami memutuskan untuk diberangkatkan 16 orang yang sangat memenuhi kriteria dalam proposal yang disepakati Dirjen Dikti beberapa waktu lalu,’’ paparnya.

Dijelaskan juga, bahwa dalam waktu dekat ini, peserta ini akan diuji coba untuk mempertunjukkan kebolehan mereka dibeberapa tempat Kabupaten/Kota di Riau, sebelum diberangkatkan. Hal ini untuk melihat kemampuan mereka (peserta) dan juga merupakan kesepakatan dengan pemberi anggaran hibah bersaing dari Dirjen Dikti.

Koba yang akan dipersembahkan tersebut ialah Koba Rokan Hulu, yang telah mendapat legitimasi dari pewaris Koba itu sendiri tuan Taslim dan grub-nya. Sementara Kayat langsung menghadirkan Tuan Fahri Semekot dan grub Kayat Rantau Kuantan. Untuk Pantun, diambil dari Kampar yakni Pantun Botobo. Syair ikan terubuk, Nandong, Pas Kapal. Pantun ini akan dibawakan dalam bentuk prolog. Tari Zapin Siak, Zapin Bengkalis dan Silat serta Joget Lambak. [amir-the real malay]

Senin, 20 Juli 2009

Hari yang Dinantikan Datang Juga

16 Peserta Muhibah Terharu

PEKANBARU (Puskalam)-Semua peserta Muhibah Seni Buadaya Melayu Riau pada 18 Juli 2009 lalu terlihat terharu. Pasalnya, setelah sekian lama menunggu hari yang sangat menentukan nasib mereka untuk jadi atau tidaknya diberagkatkan akhirnya tiba juga. Menurut rencana mereka akan diberangkatkan untuk menampilkan beberapa genre kesenian daerah Melayu, seperti Koba, Kayat, Pantun, Syair, dan Tari. Pemandangan haru itu berlangsung di Pusat Latihan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) Universitas Riau (UR).

Setelah lebih kurang dua bulan mengikuti prosesi latihan yang sangat melelahkan, namun tak seorangpun diantara mereka merasa lelah dan bosan. Walaupun ada beberapa nama yang mungkin saja tidak sanggup lagi mengikuti proses latihan dengan berbagai alas an. Pihak P2KK UR selaku penyelenggara program Muhibah Seni Budaya Riau yang dipercayakan Dirjen Dikti melalui dana hibah bersaing mengucapkan terimakasih karena telah berpartisipasi. Seperti, Akmarizal, Febrillah Arif Praja, Fitri Ani Andarsih, Mutiara Rizky Ihzanarha, Okfa Viana Kharlina, Windi Prastiwi, Riki Satriawan Syah dan Yeniati Astuti (oneng).

Kepada 16 orang peserta yang saat ini aktif juga diucapkan terima kasih kepada Anggun Desihana, Armi Susanti, Atta Fani, Diah Vita Loka, Harifin, Melati, M Feri Syahrizal, Muharman Febrianda, Okta Fitriance, Prima Dewi Arlusy, Rahmad Hamdi, R Nanda HP, Syahminan, Winda Suci Pratiwi, Yenn Delfita Sari dan Yora Meta Leonelsi.

Terlihat hadir saat pengumuman, Penanggung jawab Kegiatan Drs. Elmustian Rahman, MA didampingi Wakil Penanggungjawab Arza Aibonotika, Koordinator Latihan Teknis Amirullah dan beberapa penyelenggara lainnya, seperti Dericard H Putra, Alvi Puspita dan Zulkarnain Idrus. Sebelum detik-detik pengumuman, beberapa diantara peserta terlihat shock dan lemah. Tetapi karena diselingi dengan cara penyampaian yang begitu bersahabat, bercanda, layaknya seperti percakapan antara abang dan adik, istri dan suami, semua seakan berlalu tanpa masalah.

Tak sabar menunggu hasil pengumuman itu, salah seoarang peserta bernama Winda berceloteh. Apakah foto saya ada dalam puskalam.blogspot.com Muhibah? Sehingga membuyarkan perasaan yang gundah gulana peserta lainnya. Semua peserta tak dapat menyembunyikan senyum mereka. Pecahlah ruangan itu dengan tawa semua yang hadir. Tak lama kemudian, dengan bijaksana Elmustian selaku penanggungjawab memberikan pengarahan yang membuat semua merasa tenang. Saat yang ditunggu-tunggu itu datang juga, Arza Ibonotika juru bicara pengumuman akhirnya menyampaikan bahwa semua yang hadir saat ini dinyatakan lulus. Tetapi ruang olah seni P2KK itu tetap diam, lama barulah mereka sadar bahwa mereka semua telah dinyatakan lulu dengan gemuruh tepuk tangan.

Awalnya Terjadi Pembicaraan Alot Sebelum pengumuman diputuskan, dalam rapat penyelenggara terjadi percakapa alot antar sesama penyelenggara. Namun itu kemudian dapat ditengahi dengan bijak oleh Drs. Elmustian Rahman, MA selaku penanggungjawab kegiatan. ’’Kita punya acuan kreteria penilaian yang jelas, tetapi baiklah mereka ke 16 orang ini diberangkatkan semuanya. Dengan syarat harus mengikuti prosesi latihan sesuai dengan aturan yang ada. Persoalan dana akan diusahakan bantuan dari pemerintah dan pihak swasta di Riau,’’ Ungkapnya.

Walaupun Arza Ibonotika dan Amirullah sebelumnya meminta kejelasan siapa saja yang akan diberangkatkan. Karena menyangkut urusan paspor, NPWP dan sebagainya. Akhirnya sesuatu yang sulit telah mampu dilalui dengan bijak dan baik. Saat ini tugas penyelenggara Muhibah menyempurnakan format latihan dan kelengkapan administrasi serta masalah finansial sebelum keberangkatan.[amir-the real malay]

Minggu, 19 Juli 2009

Hasan Junus: Fakultas Ilmu Budaya UR Conditio Sine Qua Non bagi Riau

PEKANBARU (Puskalam)-Budayawan Riau, Hasan Junus, menyatakan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi Universitas Riau (UR) bahkan Riau untuk pencapaian visi Riau 2020.

Demikian pernyataan Hasan Junus ketika “Bual-bual Sastra, Realisme Magis dalam Sastra Melayu” di Kantor Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Pekanbaru, pada Ahad (19/7), di kampus UR Pattimura Pekanbaru.

Pernyataan Hasan Junus ini menanggapi inisiatif UR mendirikan FIB UR. Saya selalu menyandingkan dan membandingkan Riau, dengan Haiti dan Puerto Rico, sebuah negeri yang dari segi jumlah penduduknya hampir mirip dengan Riau, yakni penduduk negara itu 3-4 juta jiwa, dan jumlah penduduk ibukotanya 700-800 ribu jiwa.

Negara itu melahirkan ilmuwan dan sastrawan dunia seperti Rene Marques (agronomi dan sastrawan) dan Edwardo de Soto (sastrawan). “Penduduk kita hampir sama dengan negara tersebut, kenapa Riau tidak bisa seperti itu?” Menurut Hasan Junus, pendirian FIB sudah sangat terlambat diwujudkan, namun akan lebih sangat sangat terlambat jika tidak didirikan.

FIB menurut pemimpin redaksi majalah kebudayaan Sagang ini merupakan sebuah institusi yang menyebarkan “virus” N-Ach (need and achievement), sebuah “virus” yang diistilahkan oleh Sosiolog kenamaan David Mc. Mc Clelend, menyebabkan seseorang bekerja keras mengejar ketertinggalan untuk mewujudkan peradaban yang lebih tinggi. Mc Clelend meneliti di Kerala, sebuah provinsi di India yang penduduknya dari kelas atas hingga nelayannya menjadi sastrawan, ternyata pada penduduk provinsi tersebut memiliki semacam “virus” N-Ach.

Jika Riau menginginkan visinya tercapai, Riau harus mempunyai modal ilmuan yang kuat di bidang kebudayaan terutama antropologi, karena ini merupakan induk atau hulu dari ilmu sejarah. UR sudah mempunyai doktor Prancis, seperti Aras Mulyadi, Feliatra, Firdaus LN, dll. “Meski mereka tidak memahami sastra dengan baik, tetapi mereka mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kebudayaan Prancis kenapa tidak dimanfaatkan,” jelas peraih Anugerah Sagang ini. Sedangkan ilmu sastranya sudah banyak dari disiplin ilmu tersebut. Mengapa sastra? Hasan Junus berpendapat hal ini penting, karena untuk menjadikan suatu negeri itu besar atau tidak besar ditentukan oleh banyaknya negeri tersebut disebut-sebut dalam karya sastra, “maka hendaklah negeri tersebut disebut-sebut dalam banyak karya sastra.” Dalam kebudayaan Melayu, kerajaan Indragiri yang paling banyak disebut dalam pantun-pantun Melayu hingga ke Perancis.

Jika nama negeri tersebut sudah tidak disebut-sebut dalam sastra bearti negeri tersebut merosot kebudayaannya. Dalam kaitan itu Hasan Junus berpendapat, jurusan filsafat Melayu sangat penting diwujudkan. Realisme magis dalam sastra Melayu sangat kaya, sama halnya dengan Italia yang paling prolifik melahirkan karya sastra realisme magis. Botenpelli di Eropa seorang penyair dan pelukis Italia yang menemukan istilah realisme magis membuat negerinya terpandang dalam peradaban dunia.

Amerika Latin merupakan tanah air realisme magis kemudian menjalar ke Spanyol. Pemikiran Riau yang terkenal dengan Mazhab Sastra Riau yang berawal dari abad ke-18 itu juga merupakan modal jenial membentuk ke arah filsafat Melayu. “Mesti perlu eksplorasi dari berbagai sumber lisan dan tertulis di sekotah Melayu, dan itu pekerjaan para akademisi,” ulas Hasan Junus yang menguasai delapan bahasa di dunia ini. Riau negeri kaya ini perlu mengirimkan tenaga ahli ke luar negeri, sehingga memunculkan ilmuan yang andal dalam bidang kebudayaan. Biar Riau terbuka matanya kepada kebudayaan yang maju di seluruh dunia.

Banyak ilmuan tentang Riau di dunia ini, antara lain dari Eropa Henry Chamber Loir, Koster, Braginsky, Timothy Barnard, Henk Maier, Will Derk, dari Timur ada Yonhee Kang, Prof. Kato, Vivianne Wee, dll. Oleh karena itu, perlu bersanding dengan ilmuan Riau tentang Riau sendiri. “Universitas Andalas sudah lebih dulu membentuk Jurusan Ilmu Budaya, kenapa tidak dari Unri terlebih dahulu?” UR berencana mendirikan FIB dengan membentuk 5 jurusan.

Menurut Elmustian Rahman, ketua tim inisiator FIB, UR akan mendirikan 5 jurusan, yaitu antropologi, filsafat, sejarah, sastra, dan seni. Berbagai kegiatan sudah dilakukan antara lain penyusunan proposal, public forum dengan berbagai para ilmuan dan budayawan di Riau lokakarya, dan negosiasi dengan Universitas Lancang Kuning dan Akademi Kesenian Melayu Riau. Namun, hingga kini pihak rektorat UR masih terkesan hati-hati melaksanakan ide tersebut. Pendirian FIB sebenarnya hasil pertemuan dengan Menteri Kebudayaan Bambang Sudibyo di Kampus Unri beberapa bulan lalu dan merupakan saran tim ahli Direktorat Pendidikan Tinggi di Jakarta. [rich-the real malay]

Jumat, 17 Juli 2009

Dituduh Pernah Absen Seorang Peserta Menangis

PEKANBARU (Puskalam)-Seorang calon peserta Tim Muhibah Universitas Riau menangis ketika mengajukan protes kepada Koordinator Latihan, Amirullah, S.Pd. seusai latihan sesi kayat di Kantor Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau Kampus Gobah Pekanbaru. Protes dilakukan karena calon peserta tersebut menilai, penilaian terhadap absensi yang diumumkan panitia tidak fair.

“Saya selalu datang dan tak pernah absen kok dituduh pernah absen sekali, sementara peserta lain pernah absen namun dinyatakan tidak pernah absen, ini namanya tidak adil, panitia tidak fair” protes peserta tersebut.

Koordinator Latihan, Amirullah, S.Pd. tampak kewalahan menjawab ceceran pertanyaan calon peserta tersebut, namun keadaan yang tidak bersahabat itu bisa diatasi oleh Ketua/Penanggung jawab kegiatan Elmustian Rahman yang kebetulan hadir pada sesi latihan sore itu.

“Semua keluhan akan kami tampung dan menjadi masukan untuk penilaian selanjutnya” jelas mantan Direktur UR Press ini.

Ketika situasi sudah reda, Koordinator Latihan Amirullah seusai kejadian tersebut kepada Puskalam menuturkan, sebetulnya tidak ada persoalan yang mendasar dalam situasi seperti ini namun hanya kesalahpahaman dan itu sudah di atasi jelasnya.

“Kita melihat dengan adanya protes seperti ini bearti proses demokrasi di tim muhibah ini berjalan semestinya dan hal seperti ini merupakan masukan yang bearti buat tim” lanjut mantan ketua komisariat HMI FKIP Universitas Riau menutup pembicaraan. [rich-the real malay]


Calon Peserta Muhibah Lakukan Persepsi Diri


PEKANBARU (Puskalam)-Tahap akhir seleksi calon peserta Muhibah Seni Budaya Melayu Riau kemaren (16/7) berlangsung sedikit berbeda dari hari biasanya. Jika selama ini tahap-tahap seleksi selalu dilakukan oleh panitia Muhibah, namun kemaren calon peserta sendiri yang melakukan persepsi dan evaluasi terhadap kawan-kawan mereka.

“Ini disebut dengan persepsi diri, dimana setiap peserta menilai dirinya sendiri dan memilih temannya yang paling layak untuk mengikuti muhibah”, tutur ketua Tim Muhibah Elmustian Rahman kepada Puskalam.

Pada sesi persepsi diri ini setiap peserta diberikan selembar kertas yang di dalamnya terdapat 17 peserta. Setiap peserta lalu diminta memilih 12 peserta yang paling layak dari 17 peserta yang yang saat ini mengikuti sesi seleksi untuk mengikuti muhibah. Peserta juga dibolehkan untuk memilih dirinya sendiri. Jelas dosen FKIP UR ini lebih lanjut.

Hingga bulan ketiga tahap seleksi penetapan peserta Muhibah Universtias Riau, dari 24 mahasiswa yang lulus seleksi tahap pertama, saat ini hanya tersisa 17, sedangkan selebihnya sudah tereliminasi. Dari 17 mahasiswa tersebut nantinya hanya akan dipilih 12 mahasiswa yang memenuhi 5 kriteria yang ditetapkan panitia, yaitu disiplin, inisiatif, kooperatif, multitalenta, dan persepsi diri sebagai modal dasar untuk melakukan pertunjukan di luar negeri. [rich-the real malay]

Kamis, 16 Juli 2009

Konsul Malaysia Sambut Baik Tim Muhibah Universitas Riau


Tim Muhibah Universitas Riau kemarin (15/7) melakukan konsultasi ke Konsul Malaysia di Jalan Diponegoro Pekanbaru. Tim Muhibah yang diketuai Elmustian Rahman diterima langsung oleh Konsul Malaysia, Zamani Ismail di ruang kerjanya

Pada pertemuan tersebut, Zamani menyambut baik rencana Tim Muhibah untuk melalukan lawatan ke Malaysia pada 23 Oktober hingga 3 November 2009 mendatang.
“Kami menyambut baik siapapun yang ingin berkunjung ke negara kami, dan jika memerlukan bantuan silakan datang dan berkonsultasi dengan kami di sini,” tuturnya ramah.

Lebih lanjut pria yang sebelumnya bertugas di Departemen Luar Negeri (Deplu) Malaysia di Kuwait ini juga menyarankan rute perjalanan yang mesti dilalui oleh Tim Muhibah.


“Kalau memang tujuannya Singapura, Malaysia, dan Thailand saya rasa ada baiknya ke Singapura dan Kuala Lumpur lewat jalur udara, dari Kuala Lumpur ke Alot Star dan dari Alot Star ke Hat Yai (Thailand) lewat jalur darat, pinjam saja bas (bus-red) di UM (Universitas Malaya-red), di UM bas-nya banyak dan bagus-bagus”, jelas Zamani sambil menanyakan kira-kira berapa orang Tim Mihibah yang sudah pernah ke Malaysia.


Zamani juga menjelaskan tentang flu babi yang sempat dikuatirkan Tim Muhibah. “Negara kami juga safety dengan flu babi,” jelasnya.


Selain itu ia juga menyaran Tim Muhibah untuk mengurus asuransi di Indonesia.
Pertemuan yang dimulai pukul 11.00 WIB tersebut merupakan konsultasi tentang rencana kunjungan Tim Muhibah Universitas Riau ke Malaysia khususnya ke Universiti Malaya di Kuala Lumpur dan Universiti Utara Malaysia di Alot Star, Kedah.


Ketua Tim Muhibah Elmustian Rahman kepada Kajian Melayu menuturkan, selain konsultasi ke Konsul Malaysia, Tim Muhibah juga direncanakan akan bertemu dengan Konsul Singapura.
“Ini dilakukan untuk memantapkan kunjungan kita supaya matang dan tidak terjadi hal-hal yang membuat kegiatan ini gagal atau tidak sesuai yang direncanakan,” ujar Elmustian yang didampingi stafnya Yulianti.


Lebih jauh dosen FKIP UR menuturkan, kegiatan muhibah merupakan wahana promosi Riau memperkenalkan Seni Budaya dan Wisata Riau ke Malaysia, Thailand, dan Singapura. Pertunjukan di tiga negara tersebut menunjukan bahwa Riau dapat dan mampu menjadi centre of excellent Melayu bersanding dengan semboyan Malaysia sebagai Truly Asia.


Seperti yang diketahui, Universitas Riau bersama 4 perguruan tinggi lainnya di Indonesia dianggap cakap melaksanakan Program Revitalisasi Pendidikan Tinggi Seni untuk Perguruan Tinggi Non Seni dari Dirjen Pendidikan Tinggi Jakarta. Selain Universitas Riau 3 perguruan tinggi lainnya adalah Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Dian Suswantoro Semarang (swasta). Universitas Riau yang merupakan perguruan tinggi satu-satunya di luar pulau Jawa menganjungkan tema “Muhibah Seni-Budaya Melayu Riau: Melayu Sejati (Visitation of the Riau Malay Art and Culture: the Real Malay)”. [tim the real malay]

Riau dan Melayu Riau


Oleh: Elmustian Rahman, dkk.



Nama Riau menurut Hasan Junus, setidaknya ada tiga kemungkinan asal usul penyebutannya. Pertama, toponomi riau berasal dari penamaan orang Portugis rio yang berarti sungai. Kedua, tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Alfu Laila Wa Laila menyebut riahi untuk suatu tempat di Pulau Bintan, seperti yang pernah dikemukakan oleh almarhum Oemar Amin Hoesin dalam pidatonya ketika terbentuknya Provinsi Riau. Ketiga, diambil dari kata rioh atau riuh yang berarti hiruk-pikuk, ramai orang bekerja. Dari ketiga kemungkinan di atas, kata rioh atau riuh merupakan hal yang paling sangat mendasar penyebutan nama Riau.


Nama riau yang berpangkal dari ucapan rakyat setempat, konon berasal dari suatu peristiwa ketika didirikannya negeri baru di sungai Carang untuk jadikan pusat kerajaan. Hulu sungai itulah yang kemudian bernama Ulu Riau. Adapun peristiwa itu kira-kira seperti teks seperti di bawah ini.
Tatkala perahu-perahu dagang yang semula pergi ke Makam Tauhid (ibukota Kerajaan Johor) diperintahkan membawa barang dagangannya ke sungai Carang di pulau Bintan (suatu tempat sedang didirikan negeri baru) di muara sungai itu mereka kehilangan amh. Bila ditanyakan kepada awak-awak perahu yang hilir, "di mana tempat orang-orang raja mendirikan negeri" mendapat jawaban "di sana di tempat yang rioh" sambil mengisyaratkan ke hulu sungai. Menjelang sampai ke tempat yang dimaksud, jika ditanya ke mana maksud mereka, selalu mereka jawab, "mau ke rioh".


Pembukaan negeri Riau yang sebelumnya bernama sungai Carang itu pada 27 September 1673, diperintahkan oleh Sultan Johor Abdul Jalil Syah III (1623-1677) kepada Laksamana Abdul Jamil. Setelah Riau menjadi negeri, maka Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, merupakan sultan Riau pertama yang dinobatkan pada 4 Oktober 1722. Setelahnya, nama Riau dipakai untuk menunjukkan satu di antara 4 daerah utama kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga.


Setelah Perjanjian London 1824 yang membelah dua kerajaan tersebut menjadi dua bagian, maka nama riau digabungkan dengan lingga, sehingga terkenal pula sebutan Kerajaan Riau-Lingga. Pada zaman pemerintahan Belanda dan Jepang, nama ini dipergunkan untuk daerah kepulauan Riau ditambah dengan pesisir Timur Sumatera.


Pada zaman kemerdekaan, Riau merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Tengah. Setelah Provinsi Riau terbentuk pada pada tahun 1958, maka nama itu di samping dipergunakan untuk nama sebuah kabupaten, dipergunakan pula untuk nama sebuah provinsi seperti saat ini. Sejak tahun 2002 Riau terpecah menjadi dua wilayah, yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah yang menjadi Provinsi Riau saat ini berasal dari beberapa wilayah kerajaan Melayu sebelumnya yakni Kerajaan Pelalawan (1530-1879), Kerajaan Inderagiri (1658-1838), dan Kerajaan Siak (1723-1858) dan sebagian dari Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913).

Melayu dan Melayu Riau
Istilah Melayu berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti negeri) seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti negeri Gangga. Pendapat ini bisa dihubungkan dengan cerita rakyat Melayu yang paling luas dikenal, yaitu cerita Si Kelambai atau Sang Kelambai. Cerita ini mengisahkan berbagai negeri, patung, gua, dan ukiran dan sebagainya, yang dihuni atau disentuh oleh Si Kelambai, semuanya akan mendapat keajaiban. Ini memberi petunjuk bahwa negeri yang mula-mula dihuni orang Melayu pada zaman purba itu, telah mempunyai peradaban yang cukup tinggi. Kemudian kata melayu atau melayur dalam bahasa Tamil berarti tanah tinggi atau bukit, di samping kata malay yang berarti hujan. Ini bersesuaian dengan negeri-negeri orang Melayu pada awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam Sejarah Melayu, Bukit Siguntang Mahameru.


Negeri ini dikenal sebagai negeri yang banyak mendapat hujan, karena terletak antara dua benua, yaitu Asia dan Australia. Selanjumya dalam bahasa Jawa, kata melayu berarti lari atau berjalan cepat. Lalu, dikenal pula ada sungai Melayu, di antaranya dekat Johor dan Bangkahulu. Semua istilah dan perkataan itu dapat dirangkumkan sehingga melayu dapat diartikan sebagai suatu negeri yang mula-mula didiami, dan dilalui oleh sungai, yang diberi pula nama sungai Melayu. Mereka membuat negeri di atas bukit, karena ada pencairan es Kutub Utara yang menyebabkan sejumlah daratan atau pulau yang rendah jadi terendam air. Banjir dari es Kutub Utara itu lebih terkenal dengan banjir atau topan Nabi Nuh. Untuk menghindari banjir itu mereka berlarian mencari tempat yang tinggi (bukit) lalu disitulah mereka membuat negeri.


Istilah melayu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui tulisan Cina yang menyebutkan dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa barang hasil bumi untuk dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, kata melayu menjadi nama sebuah kerajaan dewasa itu. Namun demikian, kerajaan Melayu sudah ada sejak satu milenium pertama sebelum Masehi yang dibuktikan gerabah keramik di Barus di tengah Pulau Sumatera. Nenek moyang orang Melayu itu ternyata juga beragam, baik asalnya yang mungkin dari suku Dravida di India, mungkin juga Mongolia atau campuran Dravida dengan Aria yang kemudian kawin dengan ras Mongolia. Kedatangan mereka juga bergelombang ke Nusantara ini.


Bangsa Melayu sendiri dapat dibedakan atas beberapa kategori atau ketentuan. Pertama, Melayu Tua (proto Melayu) dengan Melayu Muda (deutro Melayu). Disebut Melayu tua karena inilah gelombang perantau Melayu pertama yang datang ke kepulauan Melayu ini. Leluhur Melayu Tua ini diperkirakan datang oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500 SM. Adapun yang tergolong ke dalam keturunan Melayu Tua itu antara lain orang Talang Mamak, orang Sakai, dan Suku Laut.


Keturunan Melayu tua ini terkesan amat tradisional, karena mereka amat teguh memegang adat dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih, Batin, dan Datuk Kaya, besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan. Sementara itu, alam pikiran yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, telah menyebabkan munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, dan kemantan. Para tokoh ini diharapkan dapat membuat hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Mereka mempercayai laut, tanjung, tanah, pohon, ikan, burung, dan binatang liar, dihuni atau dikawal oleh makbluk halus, yang kemampuannya melebihi kemampuan manusia. Makhluk halus yang menunggu tanah disebut jembalang, makhluk yang mengawal binatang dan burung disebut sikodi, makhluk halus yang menghuni hutan belantara disebut mambang, sedangkan makhluk halus yang menampakkan dirinya sebagai perempuan cantik disebut peri.


Perkampungan puak Melayu Tua pada masa dulu jauh terpencil dari perkampungan Melayu Muda. Ini mungkin berlaku, karena mereka ingin menjaga kelestarian adat dan resam (tradisi) mereka. Begitu pula dalam nikah-kawin, mereka masih sedikit berbaur dengan Melayu Muda dan suku lainnya. Pembauran dengan Melayu Muda baru terjadi setelah mereka memeluk agama Islam sebagaimana yang terjadi pada Sakai Batin Salapan dan Batin Lima, yang diislamkan oleh para khalifah murid Tuan Guru Abdul Wahab Rokan penganut tarekat Naksyahbandiyah.


Puak Melayu Muda (Deutro Melayu), gelombang kedatangan nenek moyang mereka diperkirakan tiba antara 300-250 tahun sebelum Masehi. Melayu Muda ini cukup besar jumlahnya. Mereka lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan. Karena itu mereka bersifat lebih terbuka dari Melayu Tua, sehingga mudah terjadi nikah-kawin dengan puak atau suku lain, yang membuka peluang pula kepada penyerapan nilai-nilai budaya dari luar.


Pada mulanya, baik Melayu tua maupun Melayu muda sama-sama memegang kepercayaan nenek moyang yang disebut Animisme (semua benda punya roh) dan Dinamisme (semua benda mempunyai semangat). Kepercayaan ini kemudian semakin kental oleh kehadiran ajaran Hindu-Budha. Sebab antara kedua kepercayaan ini hampir tidak ada beda yang mendasar. Keduanya sama-sama berakar pada alam pikiran leluhur, yang kemudian mereka beri muatan mitos, sehingga bermuatan spiritual.


Kehadiran agama Islam ke dalam kehidupan puak Melayu muda, tidak: hanya sebatas menapis adat dan tradisinya, tetapi juga berakibat terhadap bahasa yang mereka pakai. Sebab tentulab suatu hal yang ganjil, jika suatu masyarakat memeluk agama Islam, sedangkan bahasa yang menjadi pendukung potensi budayanya tidak Islami. Karena itu bahasa dan budaya Melayu muda juga mendapat sentuhan dan pengaruh Islam, sehingga hasilnya budaya Melayu menjadi satu di antara lima budaya Islam di dunia ini. Budaya Melayu itu ada disepuh dengan Islam, ada yang mendapat proses islamisasi dan ada pula yang merupakan hasil kreativitas orang Melayu yang Islami. Akibatnya penampilah orang Melayu akan memperlihatkan agamanya (Islam) adat dan resam yang bercitra Islam dan bahasa Melayu yang mengandung lamtan agama Islam. Tentulah atas kenyataan ini orang Cina yang masuk agama Islam disebut oleh kaum kerabatnya masuk Melayu.


Meskipun kita melihat ada perbedaan antara Melayu tua dengan Melayu muda, namun kedua keturunan puak Melayu ini masih mempunyai persamaan kultural. Orang Melayu itu akan selalu menampilkan budaya perairan (maritim). Mereka adalah manusia perairan, bukan manusia pegunungan. Mereka menyukai air, laut, dan suka mendiami daerah aliran sungai, tebing pantai dan rimba belantara yang banyak dilalui oleh sungai-sungai. Sebab itu budaya mereka selalu berkaitan dengan air dan laut, seperti sampan, rakit, perahu, jalur, titian, berenang, dan bermacam perkakas penangkap ikan seperti kail, lukah, hingga jala.


Pada penggal kedua, pengertian orang Melayu juga dapat dipakai terhadap pihak yang telah nikah-kawin dengan puak Melayu tua maupun Melayu muda. Dengan nikah-kawin tentulah pelaku dan keturunannya akan mempunyai tingkahlaku sesuai dengan sistem nilai yang dianut puak Melayu. Dalam hal ini dapat ditemukan bagaimana orang Bugis telah nikah-kawin dengan puak Melayu Riau-Lingga. Keturunan mereka telah mendapat kedudukan dengan jabatan Yang Dipertuan Muda dengan gelar Raja, di bawah keturunan Melayu yang menjabat Yang Dipertuan Besar dengan gelar Sultan. Keadaan yang sama juga berlaku terhadap keturunan Arab yang telah nikah-kawin dengan puak Melayu keturunan Siak, sehingga mendapat kedudukan sebagai sultan dalam kerajaan itu. Dari 12 orang raja atau sultan kerajaan Siak, 6 orang yang terakhir adalah keturunan Arab.


Perantau Banjar (Kalimantan) di Inderagiri, juga telah diterima dengan baik oleh kerajaan itu. Akibatnya keturunan mereka juga menjadi bagian masyarakat dan kerajaan. Keturunan Banjar telah diangkat menjadi mufti kerajaan. Seorang di antara mufti kerajaan Inderagiri yang terkenal ialah Tuan Guru Abdurrahman Siddik bin Muhammad Apip, yang telah menjadii mufti dari tahun 1907-1939. Tuan Guru ini meninggal 10 Maret 1939, lalu dimakamkan di Parit Hidayat dekat kota kecil Sapat, Kuala Inderagiri.


Sejumlah romusha (pekerja paksa oleh Jepang) asal Jawa, juga telah nikah-kawin dengan puak Melayu Kampar di perhentian Marpuyan Pekanbaru. Keturunan mereka telah kehilangan jejak budaya Jawa, lalu tarnpil dengan budaya puak Melayu Kampar.


Pada penggal ketiga, dalam rentangan yang lebih panjang mungkin saja seseorang atau suatu keluarga menyebut dirinya orang Melayu, karena telah begitu lama menetap di kampung orang Melayu. Mereka walaupun belum melakukan nikah-kawin dengan salah satu puak Melayu tadi, tetapi karena dibesarkan dalam lingkungan masyarakat dan budaya Melayu atau mendapat peranan dalam sistem sosial dan sistem nilai orang Melayu, akhirnya merasa diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Melayu di mana mereka tinggal. Mereka meninggalkan orientasi budaya negeri asalnya, lalu memakai bahasa dan baju budaya Melayu. Contoh yang paling baik dalam hal ini ialah Lebai Wahid (ayah sastrawan asal Riau Soeman Hs) dengan keluarganya. Lebai Wahid merantau ke Bengkalis, lalu mendapat kedudukan sebagai lebai (ulama) dalam masyarakat Melayu Bengkalis, suatu kedudukan yang dipandang mulia oleh orang Melayu. Kemudian Soeman Hs lahir di Bengkalis tahun 1904, lalu dibesarkan dalam lingkungan budak-budak Melayu di situ. Walaupun Pak Soeman, masih memakai Hs (Hasibuan) di ujung namanya, itu hanya sekadar kenang-kenangan agar tidak rnengingkari sejarah. Namun begitu, tidak sedikitpun dia merasa dirinya sebagai orang Batak. Bahkan selama umurnya yang mencapai 96 tahun, tak pernah dia rindu untuk melihat kampung halaman ibu-bapaknya, Penampilannya malah terkesan lebih Melayu lagi daripada orang Melayu yang bermukim di Riau.

Adat dalam Tradisi Melayu di Riau
Paling kurang ada empat macam konsep adat. Pertama ialah adat yang sebenar adat, adat yang asali. Yakni adat, norma atau hukum yang datang dari Allah yang berlaku terhadap segenap jagat raya ini. Sebagian daripada hukum Allah itu telah wujud sebagai syarak (ajaran Islam). Sebagian lagi menjadi hukum alam itu sendiri.


Keberadaan adat yang sebenar adat atau adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum alam, tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia. Dengan kata lain tidak akan dapat diganggu gugat, sehingga dikatakan juga tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinjak. Hukum-hukum Allah dan RasuI-Nya sebagai adat yang sebenar adat dalam wujud syarak, jika dirusak oleh manusia, niscaya akan memberi akibat yang fatal, berupa kehancuran kehidupan manusia itu sendiri. Itulah sebabnya pelaku bid'ah atau perusak hukum Allah dan Rasul-Nya diancam dengan azab yang pedih. Sementara hukum Allah pada jagat raya ini telah memperlihatkan dirinya sebagai sifat-sifat alam semula jadi. Ini disebut juga sunatullah, misalnya adat buluh bermiang, adat tajam melukai, adat air membasahi, adat api hangus, dan seterusnya. Bagi manusia berlakulah hukum alam, adat muda menanggung rindu, adat tua menanggung ragam.


Kedua ialah adat yang diadatkan. Inilah hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Meskipun adat yang diadatkan ini merupkan seperangkat norma dan sanksi hasil gagasan leiuhur yang bijaksana, tetapi sebagai karya manusia, tetap rusak (berubah) oleh ruang da.n waktu serta oleh selera manusia dalam zamannya. Itulah sebabnya raeskipun adat rancangan leluhur ini dipelihara dan dilestarikan, tetapi terbuka peluang untuk disisipi, ditambah dan dikurangi, agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya.


Adapun perancang adat Melayu atau adat yang diadatkan ini, ada beberapa orang yang cukup menarik diperhatikan. Datuk Demang Lebar Daun dan Raja Sang Sapurba telah merancang asas kehidupan kerajaan atau negara Vang berbunyi "Raja tidak menghina rakyat dan rakyat tidak durhaka kepada raja". Inilah adat Melayu yang memberi dasar yang kokoh terhadap nilai demokrasi di Riau. Sebab, telah memberikan kedudukan yang seimbang antara pihak pemerintah (Raja) dengan pihak yang diperintah (rakyat).


Datuk Kaya, leluhur Melayu tua Suku Laut, telah membuat adat atau aturan tentang pembagian hasil hutan dan laut. Bagi anak negeri yang mengambil hasil hutan dan laut sebatas keperluan sendiri (tidak diperjualbelikan) tidak ada cukai atau pungutan dari lembaga adat. Bagi orang luar serta anak negeri yang mengambil untuk diperdagangkan, berlaku adat sepuluh satu. Maksudnya, kalau diambil sepuluh, maka satu diserahkan kepada lembaga adat. Sedangkan terhadap hasil sarang burung layang-layang berlaku undang (adat) sepuluh lima. Jika diambi sepuluh, lima di antaranya hams diserahkan kepada lembaga adat. Dengan cukai atau pancung inilah lembaga adat mendorong swadaya masyarakat membuat pelantar pelabuhan, jalan sepanjang kampung, membuat masjid, surau dan madrasah, sehingga masyarakat mampu mengurus dirinya sendiri.


Datuk Demang Serail leluhur Melayu Petalangan (Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan) membuat adat pembagian hasil madu lebah. yakni ‘dua dua satu’. Dua bagian untuk tukang panjat yang mengambil madu lebah pada pohon sialang, yakni kemantan dan pembantunya. Dua bagian untuk warga suku di mana ulayat pohon sialang (tempat lebah bersarang) berada dan satu bagian lagi untuk orang patut negeri atau dusun tersebut. Di samping itu, Datuk Demang Serail, juga membuat ketentuan denda terhadap siapa saja yang menebang pohon sialang dengan alasan yang tiada munasabah. Pelampau itu didenda dengan kain putih sepanjang pohon sialang yang ditebangnya.


Datuk Laksamana Raja di Laut, leluhur Kerajaan Siak telah mengatur selat dan laut serta tentang penangkapan ikan terubuk. Selanjutnya, Datuk Perpatih membuat adat mengenai pesukuan, sehingga pewarisan pemangku adat seperti penghulu, monti dan hulubalang, menurut garis suku. Pusako turun dari mamak, turun kepada kemenakan. Akibatnya nikah kawin berlaku antar suku, sebab pihak yang sesuku dipandang bersaudara. Timbalannya, Datuk Ketumanggungan, membuat asas pergantian pemimpin berdasarkan garis darah (keturunan). Pusako turun pada anak, sesuai dengan hukum syarak. Sementara itu Datuk Bisai leluhur Melayu Kuantan Singingi membuat adat beternak dan beladang, sehingga antara peternak dan peladang tidak terjadi persengketaan, tapi menjadi harmonis dan saling menguntungkan.


Dalam jagad Melayu di Riau, adat yang sebenar adat telah menjadi tumpuan dari adat yang diadatkan, sehingga terbentuklah pandangan hidup yang sejati dalam rangkai kata adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Disingkat dalam rangkai kata yang piawai adat bersendi kitabullah. Bingkai ini dapat pula dipandang sebagai paduan antara konsep adat Datuk Perpatih (yang menekankan adat yang diadatkan) dengan asas adat Datuk Ketemenggungan (yang lebih menekankan pada adat yang sebenar adat). Paduan ini amat indah, sebenarnya Datuk Perpatih melihat adat dalam kenyataan kehidupan manusia, sementara Datuk Ketemenggungan melihat adat dari sudut hakekatnya di sisi Tuhan. Bingkai ini memperlihatkan lagi kepiawaian manusia harus berpijak pada panduan Allah dan Rasul-Nya. Sebab manusia yang sejati tidak dapat hidup hanya dengan hukum (adat) buatan manusia saja. Manusia yang sejati adalah manusia yang beragama, yakni yang menyembah Tuhannya.


Bingkai pandangan hidup jagad Melayu di Riau ini hendak menegaskan bahwa hukum buatan manusia tidak bernilai jika tidak bersandar kepada hukum Allah. Sebab hukum sebagai manifestasi kebenaran hendaklah merujuk kepada kebenaran di sisi Allah. Jika tidak akan tertolak, karena kebenaran itu semata-mata datang dari Allah.


Ketiga, konsep adat yang teradat yakni konvensi masyarakat atau keputusan hasil musyawarah yang kemudian dikokohkan menjadi adat atau aturan. Adat yang teradat lebih banyak merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Adat yang teradat telah dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat yang teradat dapat dikesan dari aturan panggilan dalam keluarga, masyarakat dan kerajaan, seperti misalnya panggilan ayah, bapak, ibu, emak, abang, kakak, puan. tuan, encik, tuan guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek moyang.


Etika berkomunikasi juga temasuk pada adat yang teradat. Dalam sopan santun komunikasi paling kurang ada 4 panduan atau aturan, yakni kata mendaki, melereng, mendatar, dan menurun. Kata mendaki, yakni adab bertutur terhadap orang tua-tua yang harus dihormati dan disegani. Kata-kata yang dipakai hendaklah terkesan meninggikan martabat atau dengan gaya menghormati.


Kata melereng yaitu adab berbicara dengan orang semenda. caranya tidak boleh langsung begitu saja. Terhadap orang semenda dalam masyarakat adat, di samping dipanggil dengan gelar, juga dipakai gaya berkias atau kata perlambangan. Gunanya untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda itu.


Kata mendatar, yakni cara berkomunikasi terhadap teman sebaya. Dalam keadaan ini kita boleh bebas memakai kata-kata dan gaya. Mulai gaya terus terang, jenaka, kiasan bahkan juga saran dan sindiran atau kritik, sesuai dengan ruang, waktu, dan medan komunikasi.


Kata menurun. Inilah medan komunikasi terhadap orang yang lebih muda dari kita, seperti terhadap adik, anak dan kemenakan, serta orang yang berkedudukan sosial lebih rendah dari kita. Kata-kata yang dipakai memberi petunjuk, ajaran, pedoman dan berbagai pesan mengenai kehidupan yang mulia atau bermartabat. Terhadap yang lebih rendah kedudukan sosialnya barangkali diberi gugahan, agar menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras serta memegang amanah dengan teguh, sehingga dia dapat meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya.


Keempat, konsep adat istiadat, yaitu berbagai ketentuan atau perilaku yang sebaiknya dilaksanakan dalam hidup bermasyarakat. Karena ketentuan atau adab ini dipandang baik, maka telah dilestarikan pula, sehingga juga menjadi tradisi atau resam Melayu. Adat istiadat atau tradisi telah mengatur hubungan manusia dengan alam. Perhatikanlah beberapa panduannya. Kalau beladang dekat padang ternak, sebaiknya ladang dipagar. Kalau beternak, tradisinya ialah pagi dilepaskan petang dikurung, musim beladang digembalakang atau diikat. Kalau hendak masuk rimba belantara jangan takabur terhadap binatang buas dan binatang berbisa. Harimau dipanggil datuk sedangkan lebah sialang dipangggil cik dayang. Kalau mendirikan rumah bertiang, maka pangkal tiang (kayu) sebelah bawah, ujungnya ke atas. Rumah bertiang sebaiknya pakai sendi. Kalau membuka rimba belantara atau mengambil hasil hutan, maka kayu diambil diganti kayu, hutan ditebang diganti hutan. Maksudnya hutan belantara harus dipelihara, jangan diambil sampai rusak binasa.


Adat yang teradat (dasar-dasar hukum rancangan leluhur) adat yang teradat (adab budi pekerti) dan adat istiadat (tradisi memelihara alam) harus ditapis oleh adat yang sebenar adat, yakni oleh hukum yang sejati dari Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah adat harus bersendi kitabullah, maksudnya, tanpa mengindahkan hukum Allah, semua hukum buatan manusia hanya akan menjadi alat kekuasaan dan pemuas hawa nafsu belaka, sehingga akhirnya akan mendatangkan kehancuran dan malapetaka kepada umat manusia. [tim the real malay]

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites