Selasa, 23 Maret 2010

Orang Kuantan adalah Orang Melayu

Oleh: Derichard H. Putra, dkk


Berbagai penelitian arkeologi, etnolinguistik, hingga kebudayaan di seluruh dunia mengatakan bahwa orang Kuantan adalah Melayu. Ketika gelombang arus migrasi pertama sekitar 1000 tahun SM orang Melayu masuk ke nusantara mereka mendiami pesisir Pulau Sumatra, kemudian mereka mulai masuk secara evolusi ke pedalaman, singgah di berbagai pinggiran sungai di sepanjang 4 sungai di Riau, yaitu
Sungai Indragiri/Kuantan, Siak, Kampar, dan Rokan. Orang ini saat ini disebut dengan proto Melayu (Melayu Tua), dan sekarang disebut pula dengan masyarakat suku Asli, seperti Talang Mamak, Sakai, Bonai, Akit, Duanu, dll. Setelah bermastutin di tepi-tepi sungai mereka terus merasuk masuk ke hulu. Khusus di Indragiri mereka singgah dan bermastautin di Kuantan, dan seterusnya sampai pula di Minangkabau.

Setelah itu terjadi lagi gelombang kedua arus masuk ke Nusantara dan melakukan perjalanan dengan proses evolusi memudiki sungai. Sebagian singgah di rantau-rantau sungai di Riau dan sebagian lagi bermukim hingga di Pagaruyung. Orang-orang ini kemudian dikenal dalam ilmu kebudayaan sebagai deutro Melayu (Melayu Muda). Bukti sejarah dalam peristiwa ini begitu banyak, mulai situs-situs candi hindu hingga budha. Di sepanjang sungai Indragiri/batang Kuantan terdapat tidak kurang dari 3 situs candi yang diperkirakan umurnya lebih dari 2000 tahun yang lalu. Di sungai Rokan menurut penelusuran Tim Ekspedisi Kebudayaan 4 Sungai (Tahap I Sungai Rokan) ada lebih dari 10 situs mahligai yang ditemukan dan diperkirakan umurnya lebih tua dari candi Muara Takus. Yang paling menonjol memang Candi Muara Takus yang berdiri sebelum kerajaan Sriwijaya lahir. Tim ekspedisi itu mencatat seni ukir yang terdapat di sepanjang sungai Rokan juga menunjukkan lebih tua dibandingkan dengan seni ukir di Minangkabau.

Menurut Tambo kenegerian Cerenti, salah satu puak yang mendiami Rantau Kuantan, suku-suku yang mendiami kenegerian Cerenti itu, adalah keturunan dari nenek moyang mereka yang mendiami Semenanjung Melaka. Kemudian pindah ke Deli, tetapi karena adanya terjadi suatu peperangan Raja Deli dengan Raja Bugis, mereka migrasi pula ke Sumatera bagian tengah, sebagian ke Minangkabau sebagian ke Siak Sri Indrapura. Suku yang pindah ke Minangkabau dipimpin oleh Raja Mahkota. Raja Mahkota ini tidak berfungsi sebagai raja sebab ia dalam perantauan. Sedangkan yang pindah ke Siak Sri Indrapura disambut dengan baik oleh rajanya, bahkan ada di antara mereka diangkat menjadi panglima raja Siak Sri Indrapura. Ihwal Raja Mahkota beristrikan Putri Kembang melahirkan dua orang anak dan yang tua adalah perempuan bernama Putri Hijau dan yang kedua laki-laki bernama Putra Hutan.

Beberapa lama mereka mendiami Minangkabau. Raja Mahkota pun mulai berkuasa di daerah kecil yang ia diami, hingga Raja Mahkota meninggal dunia. Istri, anak dan orang-orang sesukunya meninggalkan daerah itu, kemudian hijrah ke Siak Sri Indrapura.

Di Siak, Putri Kembang dan rombongan berkumpul kembali dengan kelompok yang menuju Siak setelah bertahun-tahun mereka berpisah. Putri Kembang dilamar Raja Siak Sri Indrapura, tetapi lamaran Raja Siak itu ditolaknya, sebab beliau tidak sudi menjadi istri dari Raja Siak. Penolakan itu mengakibatkan Raja Siak marah, dan menyeret Putri Kembang ke penjara seumur hidup. Tindakan Raja Siak tidak disenangi Panglima yang sudah diangkatnya, sehingga terjadilah peperangan antara Panglima Raja Siak dengan Raja Siak. Akhirnya, untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih besar rombongan Panglima menghindar menuju Kerajaan Indragiri hingga sampailah ke suatu tempat yang kelak bernama Cerenti.

Hal ini didukung oleh banyaknya pendapat budayawan yang mengatakan bahwa raja-raja Pagaruyung berasal dari Rantau Kuantan yang terjadi lebih dari 1500 tahun yang lalu.

Baik Melayu Tua maupun Melayu Muda memakai sistem keturunan matrilineal (garis keturunan ibu). Setelah Islam masuk diperkirakan abad ke-13 Melayu di Riau terutama yang mendiami pesisir Sumatra menerima peradaban Islam yang memakai sistem patrilineal. Karena memang kebudayaan Melayu itu sangat terbuka dan menerima Islam sepenuhnya. Namun, di banyak rantau di hulu sungai di Riau hingga Sumatra Barat pengaruh sistem yang islami ini diterima dengan berbagai rumusan baru, seperti tali berpilin tiga atau tiga tunggu sejerangan, dst.

Pada abad ke-13 itu pula, ketika Islam masuk ke Sumatra tidak hanya agamanya di terima dengan sepenuh hati tetapi juga peradaban Islam dihayati dengan baik. Gelombang pertama literacy Jawi (Arab Melayu) pun masuk dan dipakai dengan amat mesra. Tradisi keberaksaraan ini sangat merasuk kepada para ahli di Minangkabau waktu itu. Mereka pun mulai terpengaruh membuat sejarah dan syiarah, Mereka menyusun tambo-tambo di rantau Minangkabau. Perantau-perantau Minangkabau yang suka merantau menjalarkan keterampilan mereka membuat tambo dengan Minangkabau sebagai kiblat mereka. Jadi, saat ini memang banyak tambo-tambo yang berasal dari Kuantan terdapat kata Minangkabau di sana. Dari sekian banyak itu, disertakan di sini ringkasan Tambo Cerenti seperti yang ditulis di atas.

Jadi, tulisan ini menyimpulkan bahwa tidak benar bahwa Orang Kuantan adalah Orang Minangkabau, yang benar adalah orang Kuantan merupakan orang Melayu Kuantan, dan nenek moyang orang Minangkabau berasal dari ras yang sama dan dulunya juga pernah berasal dari Kuantan, Kampar, dsbnya. di Riau. Ihwal adat istiadat yang memakai system kekuasaan matrilineal (garis keturunan kekerabatan seperti Minangkabau itu bukan pemilik tunggal Minangkabau karena memang kebudayaan Melayu yang paling tua sebelum Islam masuk nenek moyang orang Melayu memang memakai system matrilineal. Di Kuantan dan di berbagai wilayah budaya di Riau lainnya juga memakai system yang sama, Islam lah yang mengubah peradaban ini ke garis keturunan sebelah ke laki-laki.

Perlu diketahui dalam sejarah Melayu, Sulalatus Salatin menyebutkan Wan Seri Bani pernah berkuasa dan saat itu system matriarkhat (pengambilan keputusan di tangan perempuan) pernah berlaku juga untuk beberapa abad di situ. Dan, bersambung hingga kepada kekuasan Engku Puteri. [rich-the real malay].

8 komentar:

Salam Takzim,
Tuilsan anda di atas tidak lebih dari reka-rekaan belaka. Kalau dikatakan legenda saya pun ragu untuk menilainya, apa bukan suatu legenda baru yang anda karang-karang, tanpa bukti apa-apa, alias ngomomg doang. Apalagi untuk dikatakan sejarah juga sangat kacau. Apa anda punya bukti bahwa puak Melayu itu juga matrilineal. Sampai saat ini,orang-orang Melayu di Semenanjung (Malaysia), selalu menekankan bahwa Adat Perpatih dibawa / diperkenalkan oleh orang-orang Melayu Minangkabaum jadi bukan sesuatu yang pernah ada di sana.

Candi Muara Takus itu terletak di Luhak 50 Koto, karena Bangkinang adalah bagian dari Luhak 50 Koto Bukan Kabupaten 50 Kota, lho. Seribu Tahun SM belum ada yg namanya Melayu. Anda kaitkan perpindahan orang-orang Melayu dari Sumatera Timur dengan pertikaian dengan orang-orang Bugis sangat tidak masuk akal, karena sepak terjang orang-orang Bugis sebelum abad ke 15, belum terdengar sama sekali. Nasalah Minangkabau dengan Siak kapan kejadiannya. Apakah Siak sudah ada sebelum abad ke 13 ?, karena Minangkabau juga belum terdengar. Kalau menulis sejarah pakailah data-data yang baik. Bagi saya sebagai orang Minang saya tidak bisa menafikan, bahwa saya adalah orang Melayu Minangkabau, karena sejarahnya memang begitu.
Dan bagi saya masyarakat yang berbahasa Minang dan mempunyai adat persis Minang adalah orang Minang, namun masyarakat yang berbahasa mirip Minang tapi tidak beradat Minang, bukanlah orang Minang.

Wassalam,

T Bustamam

Sdr. T. Bustamam

Terlalu sempit pikiran anda mengatakan "...Dan bagi saya masyarakat yang berbahasa Minang dan mempunyai adat persis Minang adalah orang Minang, namun masyarakat yang berbahasa mirip Minang tapi tidak beradat Minang, bukanlah orang Minang",

Minang adalah pecahan atau puak kecil dalam melayu, sepertinya jg betawi, kubu, dayak, jawa, sunda, dll. Kalaupun toh berbahasa hampir sama, atau berbudaya hampir sama, tidak lantas keduanya langsung dikatakan sama, atau berasal dari daerah yg sama. karena bisa jadi terpengaruh atau dipengaruhi oleh kebudayaan yg lebih besar waktu itu. Anda harus belajar dulu teori penyebaran kebudayaan dan difusi kebudayaan.

dan untuk menjawab pernyataan anda yg lain silah baca "Barus Seribu Tahun Lalu".

Contoh Dialek Taluk/Kampar
Apo?
Mangapo?
Siapo?
Dimano?

Minang
A?
Manga?
Sia?
Dima?

Bahasa minang pada umumnya pengurangan dua konsonan dari bahasa Taluk atau Kampar. Dalam teori perkembangan bahasa, sebuah kebudayaan sangat tidak mungkin untuk menambah konsonan dalam bahasa yg digunakan, tetapi yg mungkin terjadi adalah pengurangan konsonan dari bahasa induk. Perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh lingkungan alam dan kebudayaan yang lebih kuat.

Nah, mana yg lebih dulu? Kuantan/Kampar? atau Minang?

Melayu Tua dan Melayu Muda, sudah datang ke Nusantara sejak 2500 dan 1500 SM. Jadi apanya yg tidak ada melayu sejak 1000 tahun sebelum masehi? (coba baca dulu buku).

Untuk Putra Riau: Coba anda ambil dulu kuliah jurusan sastra/linguistik baru anda bisa analisa..Bahasa minang tak selalu a? Manga? Sia? itu hanya perpendakan dari apo?Mangapo?Siapo? coba cek di daerah lain di SUMBAR, anda bisa temukan kata2 tersebut..

Ridho St. Palimo Bandaro

sebagai orang taluk, saya malu dan tak mau dikatanan orang minang. terserah pendapat kalian diatas. yg jelas. aku bukan minang, dan kampung kami bukan negeri minang titik.

SOdara-sodara kalau melihat zaman prasejarah di mana masyarakat nya belum punya kemampuan untuk mengembangkan pelayaran. Maka benar adanya kalau budaya pesisir barat SUmatra memang mesti bermigrasi ke sana melalui pesisir timur Sumatra. Rasanya tidak susah untuk mengetahui bahwa teknologi pelayaran zaman prasejarah dulu tidak memungkinkan untuk berlayar ke barat Sumatra karena berhadapan langsung dengan Samudra yang dengan teknologi dulu kala hitungannya sangat ganas. Teknologi pelayaran dulu kala hanya memungkinkan pelayaran di selat-selat yang sempit. Itu termasuk logika arah pergerakan manusia pra sejarah ke pesisir barat Sumatra. Mengenai teori Datuk Simandolak itu, ITU HANYA BERLAKU kalau membicarakan kekuasaan politik di era tahun 1300-an ke atas. Tapi secara batasan etnografi, apakah benar demikian? Saya kurang mengerti mengenai kok bisa aja suka-suka hati menarik batasan POLITIK menjadi batasan ETNOGRAFI. Mana umurnya sudah kadaluarsa pula. Ingat kekuasaan Minangkabau (sebagai politik yang jangkauannya disebutkan dalam teori Datuk Simandolak itu) pupus loh begitu Belanda masuk. Setelah itu pula, daerah seperti Siak, Kampar, Indragiri, dan Rokan jelas sudah punya kerajaan sendiri yang independen dari minangkabau. Berarti sebagai identitas politik Minangkabau PUPUS sudah, yang ada sekarang sebagai etnografi (beberapa cukup puas dengan batas provinsi yang ada sekarang).

Dan mengenai Sistem Perkauman, Bersuku-suku, dan pemangku adat yang kelihatan sama (atau sengaja disama-samakan) tidak bisa menjadi justifikasi bahwa Orang Kuansing adalah orang Minang. Kemiripan budaya adalah hal yang wajar bagi budaya berdekatan. Tapi apakah itu sama ??? Ya belum tentu juga, bisa jadi itu hubungan etnis-sub etnis... Satu lagi, Lebih banyak peneliti dengan etnis minangkabau lah yang suka mengklaim hal ini. Menjadikan pandangan ini cenderung BIAS. Nah, sekarang kalau ditanya orang Rokan, Kampar, Indragiri, dan Kuantan, mau tidak mereka dipanggil minang ??? Saya orang Rokan, gak mau tuh ..

Sumbu kebudayaan Minang Kabau adalah Muara Takus. Minang Kabau berasal dari kata "mananga tangwan" ditejemahkan sebagai dunia di tengah-tengah. Jadi inti dari kebudayaan Minang Kabau kalau dilihat dari geografis sekarang berada di Riau. Oleh karena itu, negeri-negeri yang berada di Rantau Kuantan, Rantau Kampar, dan Minang Kabau merupakan wilayah budaya Muara Takus. Pengabsahan datuk-datuk adat yang ada di wilayah Minang Kabau saat ini mesti mendapat restu dari datuk di Balai di Muara Takus.

Mana lebih tua muara takus atau minang kabau........??

Bila kalian menyebut minang dan melayu beda berarti kau tampak nya orang bodoh...
Kenapa kau mengkotak kotakan melayu dan minang...
Bahkan kerajaan yang memproklamirkan bahwa kerajaan melayu juga dari daerah minang yang bernama melayu pura...
Tak ada negri pesisir yg menyebut mereka melayu debelum kerajaan melayu pura...
Kalau anda malu jadi orang minang ngak perlu anda tulis macam itu bankan kami orang minang juga ngak ada rugi nya tapi saya sarankan buat penulis jangan anda memakai suku dan mengikuti garis keturunan dari ibu nanti bida rancu ..
Kalau saya berpendapat buang suku yang kau bawa bila anda ingin ikut melayu pesisir agar anak dan cucumu ngak jadi bingung kelak nya bila ia mencari jati dirinya..
Hahahaha...... kasihan kau saking bencinya sama orang minang bahkan sejarah kau manipulasi....
Ingat kami minang adalah orang yang ikut membuat negri ini..bahkan pahlawan kalian yang sangat terkenal (tuanku tambusai) adalah orang minang..bahkan raja siak juga belajar ke orang minang dan minang membantu membuat kerajaan siak..
Sekarang kota kemanca negara presiden sinhapura pertama orang minang netarti minang juga ambil andil dalam pembentukan negara singa pura apa lagi malaysia tak bisa saya sebutkan karena terlampau banyak jasa nya orang minang di negara sana..
Jadi saya sarankan buat anda bila menggali sejarah jangan ''kalamak de wa ang jo''
Terima suka atau tak suka..
Atau anda juga cari alasan kenapa anda sangat malu mengaku minang...
Tentu ada alasan nya bukan karena cadiak buruak tenru anda lihat lagi sejarah pahlawan dan raja anda yang tahu...
Apa mungkin karena kikir apa betul orang minang kikir itu juga anda lihat lagi..
Kalau saya hanya memgasih saran jangan kau hapus silsilah adat mu hanya karena doktrin kebencian yg dibuat mengada ada ole oknum tertentu yang tak ingin minang berjaya fan berkiasa di rumpun melayu ini....

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites