Kamis, 18 Maret 2010

Kelapa Sawit Penyebab Utama Banjir dan Kemarau

Workshop Ekspedisi Kebudayaan 4 Sungai

PEKANBARU (Puskalam)--Kelapa sawit (Elaeis) bisa dikatakan sebagai kambing hitam penyebab utama banjir dan kekeringan yang terjadi di Riau, hal ini disebabkan sifat kelapa sawit yang tidak menyerap air hujan ketika terjadi musim penghujan, dan menyerap cadangan air bawah tanah ketika terjadi musim kemarau.

Hal ini dikatakan ahli lin
gkungan hidup Universitas Riau Prof Dr Ir H Adnan Kasry dalam workshop Ekspedisi Kebudayaan 4 Sungai (Sungai Siak) yang ditaja Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau, Rabu (18/3) di gedung FKPMR Pekanbaru.

Lebih lanjut ketua Forum Daerah Aliran Sungai Siak (FORDAS Siak) ini menuturkan, kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil (berakar serabut) sehingga air hujan yang melimpah tidak terserap ke dalam tanah dan hanya mengalir di daratan menuju aliran sungai, air yang mengalir tersebut akan membawa zat hara dan mengendap di dasar sungai. Akibatnya, tanah akan menjadi gersang dan sungai akan semakin dangkal. Dan bila musim kemarau, kelapa sawit akan menyerap cadangan air bawah tanah dengan jumlah yang besar untuk memenuhi kebutuhannya agar bisa bertahan hidup dan berbuah. Berbeda halnya dengan tumbuhan dikotil (berakar tunggal), tumbuhan ini akan menyerap air hujan ke dalam tanah dan menyimpannya diruang-ruang bawah tanah di dekat akar tunggalnya, dan bila musim kemarau tumbuhan dikotil akan melepaskan cadangan airnya sehingga sungai dan sumur-sumur yang ada disekitarnya tidak akan kekeringan.

“Saya selalu dibilang orang bahwa saya adalah anti kelapa sawit, tetapi sejatinya bukan, kelapa sawit memang tidak bersahabat dengan lingkungan”, ujarnya.

Sekretaris Senat Universitas Riau ini menjelaskan, selama ini sungai-sungai di Riau khususnya Siak mengikuti pola sungai pada umumnya, dimana setiap tahun selalu tejadi banjir musim penghujan dan bajir besar (bandang) mengikuti pola 10, 20, 50 atau 100 tahunan, tapi saat ini pola banjir mulai berubah dan semakin tidak teratur bahkan tidak bisa diramalkan. Setiap tahun selalu terjadi banjir bandang yang menimbulkan kerugian besar yang berdampak pada kegiatan perekonomian masyarakat. Sebaliknya pada musim kemarau, debit air menjadi kecil dan menyebabkan sangat terganggunya penyuplaian bahan baku air minum bagi masyarakat, kematian ikan secara massal, terganggunya alur pelayaran, semakin suburnya tumbuhan enceng gondok, dan semakin melebarnya abrasi pinggir sungai.

“Warga Pekanbaru sumber kehidupannya ada di Sungai Siak, jika sungai ini kering atau tercemar dipastikan sumur-sumur warga juga akan kering atau tercemar”.

Sebagai solusinya, lanjut guru besar Universitas Riau ini, pemerintah harus membuat arah kebijakan yang jelas tentang Daerah Aliran Sungai (DAS), salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). [rich-the real malay]

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites