Sabtu, 05 September 2009

Al azhar Tunjuk Ajar Tim Muhibah UR

Jelang Berbuka


Pekanbaru (Puskalam)—Tidak hanya dibekali dengan keahlian menguasai tentang banyak kesenian Melayu Riau, musik, dan menyanyikannya, namun peserta muhibah seni juga dibekali dengan berbagai pemahaman. Pemahaman tentang bagaiaman bersikap serta pendalaman materi-materi kesenian yang akan diperagakan/dipertunjukkan di tiga negara pada 24-30 Oktober mendatang.

Selain itu, Al-azhar juga menjelaskan bagaimana perkembangan kesenian Melayu Riau dan nusantara. Bagaiamana bertutur sapa, tentang bahasa dan seni, serta bagaimana menghargai kebudayaan. Bagaimana mengatasi problem keterbatasan bahasa ditempat pertunjukkan nanti seperti di Malaysia, Singapura dan Thailand. Bagaiamana pertunjukkan itu nanti dihargai bukan atas dasar belaskasihan. Bukan hanya asal tepuk tangan.

Dijelaskannya, karena ini seni verbal, bahasa. Orang mau lihat apa, mau mengerti apa, ini kesenduan bunyi, terbalikkan. Lagu India itu sedih karena bunyi yang mendayu-dayu dan mimiknya. Sejumlah film lain, sedih tapi joget.Kalau ada musik yang dinamis, itu bersumber dari India. Bukankah, tujuan dari sebuah pertunjukan itu untuk menghibur.

Diidentifikasi ketidakmengertian penonton, apakah karena bahasa. Alihkan bahasanya. Diterjemahkan. Kalau disitu masalahnya. Arah ekspresinya kemana, kalaulah lingual, karena yang dominan tarinya (gerak), walaupun gerak itu juga bahasa. Ini dialek yang kita bawa. Bagaiamana menciptakan komunikasi dengan audien. Lisan itu sekilas saja, tetapi kalau tulis akan bertahan lama. Seni lisa akan terus berulang, penutur seni lisan akan terus berulang-ulang tampil. Banyaknya orang yang tak membaca karya sastra, tetapi dia sastrawan. Sedangkan dalam kelisanan, tidak. Dia mesti belajar dengan menonton. Makna seni-seni lisan itu kontekstual. Tertulis tercabut dari konteksnya. Dia harus mampu menembus ruang dan waktu. Seperti apa audiennya, siapa. Ini untuk memetakan Horison of expektion harapan penonton.

Tak pernah orang datang ke pertunjukkan dengan tanpa harap. Tapi penuh harap seluas-luasnya kepada pertunjukan seni. Ini mungkin kiat kita untuk memanjakan penonton. Kiat adalah tipuan yang dimaafkan. Dekontekstual (tertulis). Identifikasi dua masalah. Bahasa dan pertunjukkan. Bahasa Melayu sudah berevolusi sejak 6000 tahun lalu. Seni itu cara membuat indah, bukan keindahan. Sedang bahasa adalah sesuatu yang hidup. Sedangkan masalah itu hasil, bukan cara. Bagaimana kita menyelesaikan atau mendekatinya sedangkan kita tak tahu masalahnya.

Para peserta muhibah seni terlihat antusian mengikuti proses pencerahan yang disampaikan budayawan Riau tersebut. Hal tersebut terlihat dari tingginya respon dari peserta tim muhibah. ‘’Saya ini carger (alat cas). Kalau Hp kalian itu lemah batrainya, kan di cas, maka saya juga hampir berfungsi seperti itu, ujarnya sambil tersenyum.

Diskusi pencerahan yang dilakukan secara rutin disela-sela latihan tim muhibah seni Budaya Melayu Riau, Melayu Sejati di gedung FKPMR, pada setiap Selasa dan Sabtu setiap minggunya. Pada saat Ramadhan dilakukan dari pukul 13.00 – 16.00 WIB. (mir. the real malay)


0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites